Jakarta (Antara Babel) - Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Abdul Djamil mengatakan, saat ini tanah wakaf di Indonesia tersebar di 428.535 lokasi dengan luas hampir empat miliar meter persegi, namun potensi yang demikian besar itu belum diberdayakan secara maksimal.
"Potensi ada, tapi sekarang bagaimana memberdayakan tanah wakaf ini dengan baik," ujar Abdul Djamil di Jakarta, Selasa.
Djamil menuturkan, wakaf sesungguhnya sudah berjalan lama dalam masyarakat Islam di tanah air. Praktek wakaf sudah sehari-hari dilakukan, apakah wakaf untuk fasilitas ibadah, bahkan untuk keraton.
"Misalnya di Demak, sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa punya kekayaan wakaf yang luar biasa. Tapi ada tanah wakaf luas, masih belum bisa mengelola sendiri," ujarnya.
Selain itu, tanah wakaf Masjid Agung Semarang juga luas, sampai untuk mendatanya saja ada kesulitan.
"Jadi seberapa jauh diberdayakan, tapi masih banyak masalah," ujarnya lagi.
Masalah itu, kata Djamil, masih banyak tanah wakaf yang belum bersertifikat, belum dilindungi surat tanah yang sah,sehingga bisa saja nanti diambil kembali oleh ahli waris atau diincar untuk bisnis.
"Hingga kini yang belum bersertifikat sebannyak 141.509 lokasi atau mencapai 33 persen," terangnya.
Djamil menjelaskan di beberapa daerah, sudah ada tanah wakaf yang diberdayakan seperti untuk rumah sakit, pusat retail atau kelontong, penggemukan sapi, bahkan ada untuk SPBU.
"Nazdir wakaf sebaiknya punya jiwa wirausaha atau enterprenership," tandasnya.
Djamil berharap Indonesia bisa mencontoh negara tetangga, dengan memberdayakan tanah wakaf untuk dikelola sebagai hotel.
"Di negara tetangga, bisa bangun hotel wakaf letaknya di pingggir pantai, enam lantai dengan hunian rutin di atas 50 persen. Uangnya untuk baitul mal dan beasiswa. Disini kenapa tidak untuk membangun hotel syariah," kata Djamil seraya mengaku optimis, karena masih banyak di tanah air yang mau menginap di hotel wakaf.
"Masih banyak orang baik untuk menginap di tempat yang baik," ucap mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013
"Potensi ada, tapi sekarang bagaimana memberdayakan tanah wakaf ini dengan baik," ujar Abdul Djamil di Jakarta, Selasa.
Djamil menuturkan, wakaf sesungguhnya sudah berjalan lama dalam masyarakat Islam di tanah air. Praktek wakaf sudah sehari-hari dilakukan, apakah wakaf untuk fasilitas ibadah, bahkan untuk keraton.
"Misalnya di Demak, sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa punya kekayaan wakaf yang luar biasa. Tapi ada tanah wakaf luas, masih belum bisa mengelola sendiri," ujarnya.
Selain itu, tanah wakaf Masjid Agung Semarang juga luas, sampai untuk mendatanya saja ada kesulitan.
"Jadi seberapa jauh diberdayakan, tapi masih banyak masalah," ujarnya lagi.
Masalah itu, kata Djamil, masih banyak tanah wakaf yang belum bersertifikat, belum dilindungi surat tanah yang sah,sehingga bisa saja nanti diambil kembali oleh ahli waris atau diincar untuk bisnis.
"Hingga kini yang belum bersertifikat sebannyak 141.509 lokasi atau mencapai 33 persen," terangnya.
Djamil menjelaskan di beberapa daerah, sudah ada tanah wakaf yang diberdayakan seperti untuk rumah sakit, pusat retail atau kelontong, penggemukan sapi, bahkan ada untuk SPBU.
"Nazdir wakaf sebaiknya punya jiwa wirausaha atau enterprenership," tandasnya.
Djamil berharap Indonesia bisa mencontoh negara tetangga, dengan memberdayakan tanah wakaf untuk dikelola sebagai hotel.
"Di negara tetangga, bisa bangun hotel wakaf letaknya di pingggir pantai, enam lantai dengan hunian rutin di atas 50 persen. Uangnya untuk baitul mal dan beasiswa. Disini kenapa tidak untuk membangun hotel syariah," kata Djamil seraya mengaku optimis, karena masih banyak di tanah air yang mau menginap di hotel wakaf.
"Masih banyak orang baik untuk menginap di tempat yang baik," ucap mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013