Jakarta (Antara Babel) - KPK menerima putusan majelis hakim atas  Sudi Wantoko, Dandung Pamularno dan Marudut Pakpahan yang menjadi penyuap dan perantara suap kepada Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.

"Kami terima putusannya, hari ini dieksekusi (ke lapas Sukamiskin)," kata ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK Irene Putri saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Pada 2 September 2016, majelis hakim yang terdiri atas Yohanes Priyana, Casmaya, Eddy Soepriyanto  Sofialdi dan Fauzi memutuskan Direktur Keuangan dan "Human Capital" PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan, Senior Manager perusahaan tersebut Dandung Pamularno divonis 2,5 tahun ditambah denda Rp100 juta dan subsider 2 bulan kurungan sedangkan perantara suap yaitu Direktur Utama PT Basuki Rahmanta, Marudut Pakpahan divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ketiganya dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena sudah menjanjikan sesuatu kepada Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu uang sebesar Rp2 miliar (186.035 dolar AS) untuk menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya yang dinilai merugikan keuangan negara senilai Rp7,028 miliar yang diduga dilakukan PT Brantas.

Meski jumlah hukuman pidana terhadap keduanya lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta agar Sudi dan Marudut divonis 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan sedangkan Dandung dituntut 3,5 tahun ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan, namun hakim dalam amar putusannya menyatakan Sudi, Marudut dan Dandung sudah selesai menjanjikan sesuatu kepada Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu berdasarkan dakwaan kesatu yaitu pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaiamana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Padahal JPU KPK "hanya" menuntut Sudi dan Dandung berdasarkan dakwaan kedua yaitu pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaiamana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 53 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHP mengenai "perbuatan pidana memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara tapi belum selesai".    
   
"Pertimbangan menerima dari starfmaat (besaran jumlah pidana), kami dapat memahami dasar hakim memutus tapi perspektif hakim hanya dari sisi pemberi tanpa mempertimbangkan si penerima," tambah jaksa Irene.

Hingga saat ini KPK belum menetapkan Sudung Situmorang maupun Tomo Sitepu sebagai tersangka.

"Putusan ini tidak serta merta (dikembangkan), tindak lanjut harus didiskusikan lebih lanjut, karena untuk menjerat penerima suap dibutuhkan keterangan saksi-saksi," ungkap jaksa Irene.

Putusan juga ada dissenting opinion (pendapat berbeda dari dua orang hakim karir yaitu Casmaya dan Eddy yang mengatakan bahwa belum ada meeting of mind (kesepakatan) antara Sudung dan Tomo dengan Marudut untuk menerima 186.035 dolar AS atau setara RP2,5 miliar agar Tomo dan Sudung guna menghentikan menyelidikan PT Brantas.

Tapi tiga orang hakim yaitu Yohanes, Sofialdi dan Fauzi menegaskan bahwa kesepakatan sudah terjadi pada saat pertemuan Tomo, Sudung dan Marudut di kantor Kejati DKI Jakarta pada 23 Maret 2016.

"Terdakwa sudah bertemu atau uang diterima atau tidak oleh Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang adalah hal lain yang tidak menentukan niat untuk memberikan uang tersebut atau bila ternyata tidak bertemu yang bersangkutan dan menitipkan di kantor Kejati DKI Jakarta atau belum diterima yang bersangkutan bukanlah penghalang memberikan uang tersebut sehingga ketika uang sudah dalam penguasaan terdakwa dan selanjutnya ditangkap petugas KPK juga merupakan hal yang tidak diharapkan terdakwa namun bukanlah hal untuk meniadakan niat terdakwa untuk memberikan uang tersebut. Menurut majelis perbuatan terdakwa yang tidak memberikan kepada Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang sudah dalam wilayah yang dipandang untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu," kata ketua majelis hakim Yohanes Priyana pada Jumat (9/9).

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016