Manila (Antara Babel) - Sejumlah anggota senator Filipina meragukan kredibilitas seseorang yang mengaku sebagai pembunuh bayaran, Jumat, setelah dia memberikan kesaksian mengenai presiden di negerinya membunuh seorang pria dan memerintahkan pembunuhan selama dua dasawarsa menjadi wali kota Davao.

Edgar Matobato (57) dengan sukarela tampil dalam dengar pendapat di Senat yang disiarkan televisi, Kamis (15/9), dan mengatakan kepada majelis investigasi Presiden Rodrigo Duterte atas pemberantasan narkoba bahwa pada 1990-an ia melihat wali kota Davao itu memerintahkan pembunuhan dan menghujani tubuh seorang pria dengan senjata mesin ringan.

Duterte belum memberikan komentar atas testimoni tersebut, namun pejabatnya dan sekutu politiknya menampik tuduhan tersebut tidak berdasar.

Sedikit yang diketahui Matobato yang Senat tampilkan sebagai topik hangat di media sosial dan stasiun radio, Jumat.

Dia mengaku sebagai anggota Pasukan Pembunuh Davao yang membunuh ratusan orang tersangka pelaku kejahatan layaknya memotong ayam, memotong-motong jasad korban, dan menjadikan tubuh seorang pria sebagai mangsa buaya.

Panfilo Lacson, Aquilino Pimentel, dan Alam Peter Cayetano di antara sejumlah anggota senator mengatakan bahwa kesaksian tersebut tidak serius.

"Banyak kesalahan dalam kesaksiannya," kata Lacson.

"Seperti bisbal, saya hitung kesalahannya (strike out)," katanya menambahkan.

Duterte menang dalam pemilihan umum pada bulan Mei dan berjanji menyapu bersih narkoba dan pengedar narkoba.

Sejak dia menjabat pada bulan Juni, sekitar 2.500 orang tewas dalam kampanyenya memerangi narkoba. Sekitar 900 orang tewas dalam operasi polisi dan sisanya oleh pihak berwenang dianggap tewas saat dalam pemeriksaan yang oleh sejumlah aktivis HAM sebagai eufimisme atas tindakan main hakim sendiri dan pembunuhan di luar peradilan.

Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald Dela Rosa menyebut Matobato sebagai saksi yang slaah dan menyatakan bahwa regu pembunuh tidak pernah ada di Davao.

Dia juga menganggap kampanye antinarkoba Duterte telah memutus suplai narkoba 80-90 persen dan polisi menghilangkan ketakutan terhadap kejahatan dan kekerasan di hati warga negaranya.

Keberadaan Matobato pada Jumat tidak diketahui.

    
Tidak Bohong
    
Pimpinan Senat menolak permintaan Leila de Lima, anggota senator yang mengarahkan pandangan terhadap pemberantasan narkoba ala Duterte agar Duterte dilindungi pemerintah dengan mengatakan bahwa testimoni tidak berkaitan dengan pemberantasan narkoba.

De Lima menganggap bahwa testimoni Matobato memperlihatkan pola yang jelas atas ratusan orang terbunuh dalam kampanye Duterte hingga lebih dari 1.000 orang terbunuh secara misterius sebagaimana aktivis HAM mendokumentasikan Davao periode 1988-2013.

Senat perempuan itu mengakui Matobato bisa berbuat salah atas beberapa data, namun dia menambahkan "Kesan saya, dia tidak bohong."
    
Beberapa senator mempertanyakan kenapa saat masih menjabat Menteri Kehakiman pada 2014 ketika Matobato dalam kesaksiannya meminta perlindungan, de Lima tidak mengajukan gugatan terhadap Duterte.

Presiden telah melancarkan serangan verbal terhadap de
Lima dengan menuduhnya mendapat gaji dari geng narkoba yang semuanya ditampiknya.

Secara terpisah, delapan narapidana dipindahkan ke penahanan militer berstandar keamanan ketat, Jumat, untuk persiapan memberikan kesaksian di majelis rendah untuk melakukan investigasi atas tuduhan de Lima terkait narkoba.

Sidang kongres itu berlangsung pada hari Selasa,
bertepatan dengan rencana de Lima menghadirkan saksi lagi untuk
penyelidikannya di senat.

Pengawas HAM yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat, mengatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa memandang pemberantasan nrkoba diizinkan untuk mewawancarai sejumlah saksi seperti Matobato.

"Presiden Duterte tidak menginginkan investigasi terhadap dirinya," kata Direktur HAM Asia, Brad Adams, dalam pernyataannya.

"Sebaliknya, warga Filipina mungkin tidak tahu jika presiden secara langsung bertanggung jawab atas pembunuhan di luar peradilan," ujarnya menambahkan. (Uu.M038) 

Pewarta:

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016