Jakarta (Antara Babel) - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi mengatakan pihaknya sudah menyiapkan beberapa jawaban yang cukup akurat dan strategis terkait permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.  
    
"Kami pada dasarnya apa yang didalilkan pemohon sah-sah saja itu hak mereka. Namun, dari KPK sudah menyiapkan beberapa jawaban yang cukup strategis cukup akurat sesuai hukum yang berlaku dan nanti akan kami sampaikan secara lengkap," katanya di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Ia menyatakan sah-sah saja soal tudingan bahwa KPK belum mempunyai dua alat bukti untuk menahan Nur Alam.

"Itu hak mereka juga untuk menyampaikan begitu dan saya rasa sah-sah saja mereka mengatakan demkian. Tetapi kami kan punya alasan yang cukup tepat dan bukti permulaan untuk menetapkan yang bersangkutan Nur Alam sebagai tersangka," tuturnya.

Pihaknya juga sudah siap menjawab terkait penunjukkan Novel Baswedan sebagai penyidik dalam kasus tersebut yang dipermasalahkan tim kuasa hukum Nur Alam.

"Itu juga kami sudah siapkan. Baik pada saat proses penyelidikan, penyidikan, dan langkah langkah apa yang kami lakukan, akan kami jawab," ujarnya.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa menggelar sidang pertama gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam selaku tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Sultra periode 2008-2014.

Dalam sidang praperadilan pertama yang diketuai hakim tunggal I Wayan Karya tersebut, tim kuasa hukum Gubernur Sulawesi Utara Nur Alam membacakan poin-poin dari permohonan praperadilan itu.    
    
Menurut rencana pada Rabu (5/10), pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyampaikan jawaban terkait permohonan praperadilan tersebut.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga  melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016