Pemerintahan Trump yang akan datang berpotensi akan mengalami banyak pergantian dan kekacauan besar pada tahap awal karena sifat dari orang-orang yang ditunjuk oleh Presiden terpilih Donald Trump, kata para pakar kepada RIA Novosti.
Awal pekan ini, Trump memilih Senator Marco Rubio sebagai Menteri Luar Negeri, pembawa acara televisi Pete Hegseth sebagai Menteri Pertahanan, Anggota Kongres Mike Waltz sebagai penasihat keamanan nasional, dan mantan Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe sebagai direktur CIA.
Sementara itu, miliarder Elon Musk dan pengusaha serta mantan calon presiden AS Vivek Ramaswamy akan memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE).
"Sebagian besar pengamat pada umumnya menerima penunjukan Trump dengan perasaan meremehkan, takut, dan benci. Beberapa dari mereka mungkin, pada kenyataannya, gagal dikonfirmasi oleh Senat meskipun Trump mungkin akan menemukan cara untuk menempatkan mereka pada jabatannya," kata Richard Bensel, profesor pemerintahan di Cornell University.
"Pergantian jabatan akan terjadi tinggi karena sebagian besar dari mereka yang ditunjuk tidak akan menjadi administrator yang baik dan akan ada banyak kekacauan di awal pemerintahan baru," katanya menambahkan.
Senada dengan itu, Roderick Kiewiet, profesor ilmu politik di California Institute of Technology, berasumsi akan ada banyak terjadinya pergantian personil dalam pemerintahan Trump, seperti di masa lalu.
Bensel menilai bahwa Rubio adalah penunjukan yang paling lazim sejauh ini, tetapi kemungkinan besar hal itu bergantung pada kesetiaan mutlak Rubio, yang berarti bahwa kebijakan Rubio akan mencerminkan keinginan Trump.
Pada saat yang sama, pakar tersebut menduga Rubio tidak akan terus menjabat sebagai Menteri Luar Negeri karena perbedaan pendapat antara dirinya dan Trump kemungkinan besar akan muncul.
"Penunjukan Hegseth dan Waltz menempatkan orang-orang yang memiliki sedikit pengalaman administratif dan kebijakan pada dua jabatan paling penting dalam pemerintahan Amerika Serikat. Meskipun mereka mungkin memiliki kecenderungan kebijakan yang kuat, kurangnya pengalaman mungkin akan membuat mereka melakukan kesalahan," ucapnya.
"Kesalahan tersebut berarti bahwa kemungkinan Amerika Serikat akan terjerumus ke dalam perang yang tidak mereka inginkan dan kemungkinan itu akan semakin besar dengan penunjukan mereka," kata Bensel.
Bensel berpendapat bahwa pemerintahan Trump akan mengadopsi kebijakan acuh tak acuh terhadap Ukraina jika Kiev mampu melawan Rusia tanpa bantuan tambahan dari AS.
"Hubungan dengan China mungkin akan memburuk, terutama dalam bidang perdagangan. Hubungan dengan Rusia akan sedikit membaik, kecuali dalam hal perang di Ukraina, tetapi sebenarnya tidak banyak yang terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia," tuturnya.
Kiewiet mengamati bahwa kendali atas kebijakan luar negeri AS diperebutkan oleh dua kelompok: kelompok yang mengkhawatirkan Rusia dan kelompok yang mengkhawatirkan China.
"Rubio, saya yakin, kekhawatiran utamanya adalah terhadap China dan apa yang perlu kita lakukan untuk membendung ambisi politik, ekonomi, dan militernya (China)," paparnya.
"Yang akan dia (Rubio) ambil adalah tindakan kerasnya terhadap Iran, Kuba, dan rezim otoriter di Venezuela," kata Kiewiet.
Ketika ditanya tentang Hegseth dan Waltz, Kiewiet mengatakan bahwa Trump ingin mencapai perdamaian melalui kekuatan, dengan mempertahankan angkatan bersenjata yang kuat yang fokus pada militer dan bukan "proyek skala besar untuk tujuan kesetaraan jender dan DEI (keberagaman, kesetaraan, dan inklusi)."
Adapun mengenai penunjukan Elon Musk, Bensel menggambarkannya sebagai "pertunjukan yang bagus", yang kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan terhadap kebijakan sebenarnya.
Namun, Kiewiet memperkirakan Musk membuat sedikit kemajuan dalam mengekang birokrasi federal AS, tetapi menekankan bahwa birokrasi tersebut dalam kondisi sangat tangguh.
"Hal utama yang perlu diingat di sini adalah bahwa 90 persen dari pengeluaran pemerintah federal – Jaminan Sosial, Medicare, tunjangan veteran, pertahanan nasional, dan bunga utang – terkunci, dan secara praktis tidak dapat diubah," jelasnya.
Sumber: Sputnik-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Awal pekan ini, Trump memilih Senator Marco Rubio sebagai Menteri Luar Negeri, pembawa acara televisi Pete Hegseth sebagai Menteri Pertahanan, Anggota Kongres Mike Waltz sebagai penasihat keamanan nasional, dan mantan Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe sebagai direktur CIA.
Sementara itu, miliarder Elon Musk dan pengusaha serta mantan calon presiden AS Vivek Ramaswamy akan memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE).
"Sebagian besar pengamat pada umumnya menerima penunjukan Trump dengan perasaan meremehkan, takut, dan benci. Beberapa dari mereka mungkin, pada kenyataannya, gagal dikonfirmasi oleh Senat meskipun Trump mungkin akan menemukan cara untuk menempatkan mereka pada jabatannya," kata Richard Bensel, profesor pemerintahan di Cornell University.
"Pergantian jabatan akan terjadi tinggi karena sebagian besar dari mereka yang ditunjuk tidak akan menjadi administrator yang baik dan akan ada banyak kekacauan di awal pemerintahan baru," katanya menambahkan.
Senada dengan itu, Roderick Kiewiet, profesor ilmu politik di California Institute of Technology, berasumsi akan ada banyak terjadinya pergantian personil dalam pemerintahan Trump, seperti di masa lalu.
Bensel menilai bahwa Rubio adalah penunjukan yang paling lazim sejauh ini, tetapi kemungkinan besar hal itu bergantung pada kesetiaan mutlak Rubio, yang berarti bahwa kebijakan Rubio akan mencerminkan keinginan Trump.
Pada saat yang sama, pakar tersebut menduga Rubio tidak akan terus menjabat sebagai Menteri Luar Negeri karena perbedaan pendapat antara dirinya dan Trump kemungkinan besar akan muncul.
"Penunjukan Hegseth dan Waltz menempatkan orang-orang yang memiliki sedikit pengalaman administratif dan kebijakan pada dua jabatan paling penting dalam pemerintahan Amerika Serikat. Meskipun mereka mungkin memiliki kecenderungan kebijakan yang kuat, kurangnya pengalaman mungkin akan membuat mereka melakukan kesalahan," ucapnya.
"Kesalahan tersebut berarti bahwa kemungkinan Amerika Serikat akan terjerumus ke dalam perang yang tidak mereka inginkan dan kemungkinan itu akan semakin besar dengan penunjukan mereka," kata Bensel.
Bensel berpendapat bahwa pemerintahan Trump akan mengadopsi kebijakan acuh tak acuh terhadap Ukraina jika Kiev mampu melawan Rusia tanpa bantuan tambahan dari AS.
"Hubungan dengan China mungkin akan memburuk, terutama dalam bidang perdagangan. Hubungan dengan Rusia akan sedikit membaik, kecuali dalam hal perang di Ukraina, tetapi sebenarnya tidak banyak yang terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia," tuturnya.
Kiewiet mengamati bahwa kendali atas kebijakan luar negeri AS diperebutkan oleh dua kelompok: kelompok yang mengkhawatirkan Rusia dan kelompok yang mengkhawatirkan China.
"Rubio, saya yakin, kekhawatiran utamanya adalah terhadap China dan apa yang perlu kita lakukan untuk membendung ambisi politik, ekonomi, dan militernya (China)," paparnya.
"Yang akan dia (Rubio) ambil adalah tindakan kerasnya terhadap Iran, Kuba, dan rezim otoriter di Venezuela," kata Kiewiet.
Ketika ditanya tentang Hegseth dan Waltz, Kiewiet mengatakan bahwa Trump ingin mencapai perdamaian melalui kekuatan, dengan mempertahankan angkatan bersenjata yang kuat yang fokus pada militer dan bukan "proyek skala besar untuk tujuan kesetaraan jender dan DEI (keberagaman, kesetaraan, dan inklusi)."
Adapun mengenai penunjukan Elon Musk, Bensel menggambarkannya sebagai "pertunjukan yang bagus", yang kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan terhadap kebijakan sebenarnya.
Namun, Kiewiet memperkirakan Musk membuat sedikit kemajuan dalam mengekang birokrasi federal AS, tetapi menekankan bahwa birokrasi tersebut dalam kondisi sangat tangguh.
"Hal utama yang perlu diingat di sini adalah bahwa 90 persen dari pengeluaran pemerintah federal – Jaminan Sosial, Medicare, tunjangan veteran, pertahanan nasional, dan bunga utang – terkunci, dan secara praktis tidak dapat diubah," jelasnya.
Sumber: Sputnik-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024