Pada Kamis (6/10) yang terik itu, kencangnya deburan ombak di pantai sekitaran Bandara Ranai, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau digetarkan demikian dahsyat oleh ledakan-ledakan bom.

Satu per satu seluruh benda yang berada di sekitar perairan pantai itu, termasuk kapal kecil nelayan, hancur terbakar dan membumbungkan asap hitam mengepul tinggi ke birunya langit Natuna.

Ledakan itu bukanlah bom ikan dan bukan juga "kerjaan" Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dua tahun belakangan ini terus melakukan penenggelaman kepada kapal ilegal di kawasan perairan perbatasan RI.

Dentuman itu berasal dari bom MK 82 milik TNI Angkatan Udara yang menggelar Latihan Tempur Angkasa Yudha 2016.

Deru mesin belasan jet tempur buatan Negeri Paman Sam maupun Negeri Beruang Merah bahkan Negeri Ginseng yang dimiliki Indonesia seperti F-16 Fighting Falcon, Sukhoi Su-27/30 Flanker, dan T50i Golden Eagle telah menggetarkan langit Natuna dengan manuver-manuver lihai.

Misi pertama, diemban oleh satu unit Sukhoi Su-27 dan dua unit F-16 yang melakukan aksi saling kejar atau "dog fight". Dalam latihan tersebut, Sukhoi Su-27 mencegat dua F-16 yang berperan sebagai penyusup dengan posisi menyerang.

Adu lincah pun terjadi antara dua jenis pesawat yang berbeda tersebut. Dengan dua mesin Lyulka AL-31F turbofan, sang "Flanker" berhasil menyamakan keadaan setelah menembak jatuh salah satu "Fighting Falcon" menggunakan roket simulasi.

Sukhoi kembali menarget satu F-16 berikutnya dengan berbelok pada sudut serang yang begitu tajam dan berhasil menghindar dari kuncian F-16.

"Roket diluncurkan dan jet penyusup hancur berkeping," demikian penjelasan pengarah acara Angkasa Yudha 2016, Wira Satria.

Menurut pantauan Antara di Lanud Ranai, misi kedua yaitu pemboman target di permukaan laut yang dilakukan oleh pesawat-pesawat F-16, Bae Hawk 100/200, T-150i, Sukhoi 30Mk, dan Super Tucano.

Masing-masing sorti penerbangan menunjukan kehebatannya melacak dan mengunci sasaran serta menjatuhkan bom dengan tepat sasaran.

Pesawat turbo propeler, Super Tucano, buatan Brazil melambung tinggi di langit lalu menukik melepaskan bom ke arah kapal laut sebagai sasaran di perairan.

Dalam hitungan detik, serpihan kapal dan kepulan asap hitam kembali terlihat di sasaran tersebut.

Hal yang membuat penonton kembali bertepuk tangan pada misi pemboman yaitu ketika empat unit Sukhoi Su27/30Mk melepaskan bom karpet yang seketika menimbulkan barisan ledakan disusul asap hitam yang membumbung.

Pesawat kargo juga tidak ketinggalan "unjuk gigi" kepada Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi serta para pengunjung lainnya dalam latihan tersebut.

Misi penerbangan dari CN-295, C-130 Hercules dan Casa 212 kali itu adalah menerjunkan pasukan khas untuk mengamankan wilayah serta mengevakuasi pilot pesawat tempur yang disimulasikan telah melontarkan diri dari kapalnya.

Usai evakuasi dan pengamanan berhasil dilakukan, TNI AU menunjukan kekuatan pertahanan udara yaitu rudal darat ke udara QW3 dan juga meriam Oerlikon yang berhasil menembakkan dua sasaran bergerak berupa pesawat terbang tanpa awak (PTTA) di langit Natuna.

Misi demi misi dalam latihan itu dilakukan dengan sukses. Presiden Jokowi yang menyaksikan latihan itu sebelum acara dimulai juga sempat meninjau kecanggihan kokpit sang "Flanker" serta helm tempurnya.

TNI AU juga menganugerahi Presiden Jokowi lencana Wing Kehormatan di depan pesawat Sukhoi Su30 serta alutsista yang diparkir untuk pameran.

    
Potensi ekonomi
   
Guna membangun kekuatan di daerah perbatasan, TNI AU melakukan perluasan landas pacu di Lanud Ranai agar dapat dilandasi oleh pesawat sekelas Boeing 737.

Tak pelak, lebar jalur landasan diperluas dari sebelumnya 32 meter menjadi 45 meter.

Selain berguna sebagai pertahanan dan keamanan bagi kedaulatan, peningkatan kapasitas bandara sekaligus lanud itu juga ditujukan untuk pembangunan ekonomi masyarakat lokal.

Ruang Bandara Ranai juga diperluas sehingga dapat menampung 385 penumpang dengan konsep yang modern.

Presiden Jokowi mengarahkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar maskapai yang masuk ke Natuna ditambah karena sebelumnya hanya Wings Air yang menyediakan transportasi ke tempat itu.

"Kita harapkan juga, biaya logistik, biaya transportasi, juga jadi lebih murah. Karena itu, saya sangat menghargai pembangunan Bandara Ranai ini di Natuna yang terminalnya ini dibangun oleh dana APBD kabupaten, runway-nya oleh TNI AU," kata Kepala Negara.

Potensi pembangunan ekonomi melalui sektor perikanan yang ada di perairan Natuna juga menjadi sorotan utama pemerintah. Buktinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama BUMN Perikanan Indonesia akan membangun "cold storage" atau gudang pendingin dengan kapasitas 3.000 ton.

Sebelumnya, KKP sudah memiliki cold storage berkapasitas 200 ton di Natuna. Namun, nelayan dan industri perikanan melihat potensi di kawasan itu begitu besar sehingga perlu membangun gudang pendingin yang lebih memadai.

Dengan sektor transportasi yang terus dibangun dan industri perikanan yang tetap berkembang, Natuna diharapkan menjadi salah satu kawasan pusat industri dan pengolahan ikan yang besar di kawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan tersebut.

Menteri KP Susi Pudjiastuti yang turut meninjau pembangunan kawasan industri perikanan tangkap dan pengolahan terpadu di Selat Lampa, Natuna menjelaskan kapasitas tangkap yang diharapkan setelah terbentuknya industri perikanan yang berkelanjutan pada dua tahun terakhir dapat melonjak ke 15,5 juta ton pada 2017.

"Kita harapkan nanti aktivitas di sini kurang lebih per tahunnya bisa mencapai 400-an miliar (Rupiah). Mudah-mudahan kalau 'recovery'nya bagus, karena sebetulnya sekarang Natuna sudah membaik 200-an persen lebih dibanding sebelumnya, tangkapan nelayan," kata Susi menjelaskan tentang potensi ekonomi di kawasan Natuna dari sektor perikanan.

    
Penguatan perbatasan
   
Untuk mengawasi penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing di perairan Indonesia, TNI memperkuat armada pertahanannya untuk melindungi nelayan-nelayan dalam negeri.

Indonesia juga sedang membangun pangkalan militer di Natuna yang terdiri atas dermaga-dermaga baik tipe dermaga apung, dermaga "beaching" bahkan dermaga bunker kapal selam.

Selain memperpanjang landas pacu Lanud Ranai, TNI AU juga memperkuat pertahanan udara dengan menyiapkan hanggar untuk pesawat terbang tanpa awak (PTTA) serta bunker pesawat tempur.

Tidak hanya itu, Mabes TNI juga mendirikan pusat Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) serta meningkatkan daya lacak melalui pengoperasian radar weibel dan radar permukaan serta kamera jarak jauh.

"Presiden mempunyai kebijakan di semua pulau-pulau terluar yang strategis akan diadakan penguatan, penguatan baik udara, laut maupun darat. Pembangunannya akan secara bertahap," jelas Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Penguatan pertahanan itu bukanlah semata-mata karena terjadinya sengketa di Laut Tiongkok Selatan tapi juga karena menguatnya sektor ekonomi dan militer negeri Tirai Bambu belakangan ini.

Tujuan yang diutarakan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengenai latihan tempur dan pembangunan kekuatan itu adalah kewajiban penjagaan wilayah kedaulatan NKRI yang memiliki potensi ekonomi begitu besar.

Retno menjelaskan tidak ada sengketa antara Indonesia dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Kesepakatan yang tertuang dalam hukum internasional UNCLOS 1 telah jelas menyatakan batas-batas wilayah perairan Indonesia.

"Jadi, saya kira semangat baik, semangat dari ASEAN maupun Tiongkok, adalah untuk melakukan komunikasi untuk menjaga agar situasi Laut Tiongkok Selatan menjadi stabil dan aman," tegas Retno.

"Sang Garuda" memang sedang memperkuat sayapnya melalui pembangunan wilayah terpencil dan kawasan perbatasan, baik dari segi ekonomi maupun infrastruktur.

Kerja sama yang dilakukan antara pemerintah daerah dan pihak militer dari ketiga matra; Darat-Laut-Udara, diharapkan dapat menjadi penopang untuk membuat Indonesia terbangun dari daerah pinggiran.

Pewarta: Bayu Prasetyo

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016