Direktur Utama (Dirut) PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta mengaku hanya berniat membantu negara agar Indonesia menjadi pemain utama dalam industri timah dunia.
Pasalnya, kata dia, keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah dimulai atas dorongan nasionalisme.
"Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara," ujar Suparta saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, Suparta merasa ironis dengan nasib yang ia alami setelah berniat membantu negara dalam sektor timah. Padahal dengan bisnis yang dimilikinya dan tanpa kerja sama dengan PT Timah, dirinya sudah merasa sangat amat cukup.
Menurut dia, bisnis yang ia miliki sudah tentram dan tidak ada ambisi apapun lagi. Di sisi lain, dirinya juga sudah mendapatkan banyak masukan dari sejawat perihal kerja sama dengan Badan Usaha Milik Megara (BUMN) yang tidak menguntungkan.
Namun, karena dalam kerja sama dengan PT Timah yang digaungkan kata "bela negara" dan "demi martabat Indonesia”, ia merasa jiwa nasionalismenya terpanggil untuk membantu.
Sepanjang kerja sama berlangsung, Suparta mengatakan bahwa PT Timah telah terbukti tidak profesional, salah satunya dengan adanya keterlambatan pembayaran, yang telah berdampak pada keuangan perusahaan dan jadwal pembayaran utangnya.
"Pembayaran telat berbulan-bulan melebihi janji dalam perjanjian. Alasannya karena cash flow PT Timah terganggu," ungkapnya.
Keterlambatan tersebut, lanjut dia, berujung pada kerugian besar yang dialami perusahaannya, yang berasal dari tergerusnya keuntungan ekspor dari produksi perusahaannya.
Parahnya lagi, kata dia, kerja sama dengan PT Timah dengan PT RBT berujung pada masalah hukum yang membelit dirinya.
Meski merasa dirugikan, Suparta tetap percaya bahwa Majelis Hakim akan memberikan keadilan dalam kasus ini.
"Saya pasrah bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Hanya kepada Tuhan saya tidak ragu, dan majelis hakim merupakan perwujudan Tuhan di persidangan ini," tutur Suparta.
Suparta terseret sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi timah. Sebelumnya, Suparta dituntut agar dijatuhkan pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama delapan tahun.
Selain dirinya, kasus itu antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.
Akibat perbuatan para terdakwa dalam kasus dugaan korupsi timah, negara tercatat mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Dalam kasus itu, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.
Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024