Jakarta (Antara Babel) - Gerakan Pekerja Indonesia (GPI) sebagai wadah para pekerja Indonesia yang terdiri atas aktivis serikat buruh lintas organisasi buruh menyatakan siap turun untuk mengikuti aksi unjuk rasa di Istana Negara pada Jumat (4/11).

Juru Bicara GPI Abdul Gofur dalam siaran pers di Jakarta, Kamis menyatakan aksi itu untuk meminta Presiden Jokowi bertindak tegas, tidak tebang pilih dan tidak melakukan pembelaan terhadap pelaku penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama.

"GPI menuntut proses hukum yang adil dan transparan terhadap penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI itu," katanya.

Ditegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama saat melaksanakan tugas dinas di Kepulauan Seribu itu adalah suatu hal yang melewati batas.

"Tidak seharusnya, dan bukan kapasitasnya, dia menyebut ayat-ayat yang disucikan umat Islam digunakan untuk membohongi," katanya.

Abdul Gofur menilai apa yang dikatakan Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu itu juga tidak tepat dikatakan dalam sebuah tugas dinas sebagai gubernur.

Alasannya, adalah belum memasuki masa kampanye dan cuti sebagai gubernur, Basuki Tjahaja Purnama sudah mengeluarkan pernyataan yang bernuansa kampanye.

"Apalagi, pernyataan tersebut menyebut-nyebut ayat yang disucikan oleh umat yang berbeda keyakinan dengannya," ujarnya.

Ia menilai selama ini Basuki Tjahaja Purnama selalu berusaha menempatkan diri sebagai sasaran sentimen bernuansa suku, agama, rasa dan antargolongan (SARA).

Namun, apa yang Basuki Tjahaja Purnama katakan di Kepulauan Seribu justru sejatinya adalah pernyataan bernuansa SARA.       Pihaknya menduga pernyataan tersebut sengaja diucapkan untuk memprovokasi umat Islam.

"Alhamdulillah. Umat Islam tidak terprovokasi dan melakukan tindakan anarkis. Aksi unjuk rasa yang dilakukan sebelumnya pun berjalan tertib dan aman. Tidak ada anarkisme yang dilakukan umat Islam menanggapi provokasi Basuki Tjahaja Purnama," katanya.

Terkait dengan permintaan maaf yang sudah dilakukan, Abdul Gofur mengatakan umat Islam tidak pada kapasitas bisa memberikan maaf, karena yang telah dihina dan dinistakan Basuki Tjahaja Purnama adalah Allah SWT dan Al Quran.

"Sebagai manusia, kita bisa memberi maaf, namun agar tidak terulang kembali penistaan agama di kemudian hari, umat Islam menuntut hukum dunia ditegakkan. Indonesia adalah negara hukum dan jelas di negara ini ada hukuman bagi para penghina dan penista agama," katanya.

Terkait dengan aksi unjuk rasa pada Jumat (4/11), Abdul Gofur mengajak seluruh elemen umat Islam yang berunjuk rasa untuk melaksanakan hak demokrasi yang dilindungi undang-undang itu secara tertib dan aman.

"Jangan sampai ada bentrokan dengan masyarakat apalagi aparat kepolisian, yang sebagian besar juga merupakan saudara seiman dan seagama," katanya.

Pewarta:

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016