Sampit, Kalteng (Antara Babel) - Unjuk rasa mendesak polisi memproses hukum pelaku penistaan agama Islam, juga terjadi di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dan berjalan tertib.
"Negara kita menjamin umat beragama dan kitab suci dilindungi. Tidak ada satupun yang berhak menyinggung, membaca atau menerjemahkan kitab suci agama lain, apalagi jika disalahartikan," tegas Akmal Tamroh, salah satu orator unjuk rasa di Sampit, Jumat.
Unjuk rasa kelompok yang menamakan diri Pengawal Fatwa MUI ini dilaksanakan di simpang tiga depan Perpustakaan Daerah di Jalan Achmad Yani. Pengunjuk rasa terdiri dari laki-laki dan kaum ibu itu berkumpul di halaman Masjid Al Falah, kemudian berjalan ke lokasi aksi.
Mereka membentangkan spanduk, poster dan membagi-bagikan selebaran berisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Aksi ini dikawal ketat puluhan anggota Polres Kotawaringin Timur dan beberapa anggota TNI AD.
Akmal yang pernah menjabat Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kotawaringin Timur itu menegaskan, aksi yang digelar serentak hampir di seluruh provinsi ini merupakan bentuk reaksi umat Islam terhadap pernyataan Basuki Tjahaja Purnama yang dinilai telah menistakan al-qur'an dan agama Islam.
"Islam melarang mengusik agama lain tapi Islam juga tidak mau diusik. Kita tidak ingin menyentuh kitab agama lain tapi kita juga tidak ingin kitab suci kita dipermainkan. Kita dukung dan beri support umat Islam yang berjuang di Jakarta," kata Akmal.
Akmal mengajak seluruh masyarakat, khususnya umat Islam untuk menjaga kerukunan hidup beragama. Umat Islam mendorong polisi memproses hukum pelaku penistaan agama karena telah melukai perasaan umat Islam di secara keseluruhan.
Wirahadi, juru bicara lainnya mengatakan, reaksi umat Islam ini tidak ada kaitannya dengan politik atau sentimen agama dan lainnya. Aksi ini murni menyikapi dugaan penistaan agama oleh Ahok.
"Fatwa MUI sudah jelas dan kami ingin penegak hukum menjadikan itu acuan untuk memproses kasus penistaan agama," kata Wirahadi.
Aksi ini diakhiri dengan penyerahan petisi berisi pernyataan sikap pengunjuk rasa kepada polisi yang diwakili Kepala Bagian Operasional Polres Kotawaringin Timur AKP Muhammad Ali Akbar. Pengunjuk rasa kemudian membubarkan diri dengan tertib.
Aksi ini sebenarnya tidak mendapat izin dari kepolisian setempat karena pengajuan izinnya baru dilakukan kemarin. Namun karena aksi berlangsung tertib, polisi memberi toleransi dan tidak membubarkannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Negara kita menjamin umat beragama dan kitab suci dilindungi. Tidak ada satupun yang berhak menyinggung, membaca atau menerjemahkan kitab suci agama lain, apalagi jika disalahartikan," tegas Akmal Tamroh, salah satu orator unjuk rasa di Sampit, Jumat.
Unjuk rasa kelompok yang menamakan diri Pengawal Fatwa MUI ini dilaksanakan di simpang tiga depan Perpustakaan Daerah di Jalan Achmad Yani. Pengunjuk rasa terdiri dari laki-laki dan kaum ibu itu berkumpul di halaman Masjid Al Falah, kemudian berjalan ke lokasi aksi.
Mereka membentangkan spanduk, poster dan membagi-bagikan selebaran berisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Aksi ini dikawal ketat puluhan anggota Polres Kotawaringin Timur dan beberapa anggota TNI AD.
Akmal yang pernah menjabat Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kotawaringin Timur itu menegaskan, aksi yang digelar serentak hampir di seluruh provinsi ini merupakan bentuk reaksi umat Islam terhadap pernyataan Basuki Tjahaja Purnama yang dinilai telah menistakan al-qur'an dan agama Islam.
"Islam melarang mengusik agama lain tapi Islam juga tidak mau diusik. Kita tidak ingin menyentuh kitab agama lain tapi kita juga tidak ingin kitab suci kita dipermainkan. Kita dukung dan beri support umat Islam yang berjuang di Jakarta," kata Akmal.
Akmal mengajak seluruh masyarakat, khususnya umat Islam untuk menjaga kerukunan hidup beragama. Umat Islam mendorong polisi memproses hukum pelaku penistaan agama karena telah melukai perasaan umat Islam di secara keseluruhan.
Wirahadi, juru bicara lainnya mengatakan, reaksi umat Islam ini tidak ada kaitannya dengan politik atau sentimen agama dan lainnya. Aksi ini murni menyikapi dugaan penistaan agama oleh Ahok.
"Fatwa MUI sudah jelas dan kami ingin penegak hukum menjadikan itu acuan untuk memproses kasus penistaan agama," kata Wirahadi.
Aksi ini diakhiri dengan penyerahan petisi berisi pernyataan sikap pengunjuk rasa kepada polisi yang diwakili Kepala Bagian Operasional Polres Kotawaringin Timur AKP Muhammad Ali Akbar. Pengunjuk rasa kemudian membubarkan diri dengan tertib.
Aksi ini sebenarnya tidak mendapat izin dari kepolisian setempat karena pengajuan izinnya baru dilakukan kemarin. Namun karena aksi berlangsung tertib, polisi memberi toleransi dan tidak membubarkannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016