Jakarta (Antara Babel) - Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mengecam penggusuran tanah dengan melibatkan TNI, Polri dan alat kekerasan lainnya serta mendukung perjuangan warga Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, untuk mempertahankan tanah untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat.

Sekertaris Jenderal AGRA Mohamad Ali, dalam siaran persnya, Selasa, mengatakan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional telah melahirkan reaksi perlawanan dari rakyat karena harus kehilangan tanah, mata pencahariannya serta harus tercerabut dari lingkungan sosialnya.

"Perjuangan rakyat untuk mempertahankan tanah dan kehidupannya dijawab oleh pemerintah dengan menghadirkan alat pemaksa seperti' Militer dan Polisi, untuk memaksa rakyat menyerahkan tanah dan penghidupannya dan memaksakan agenda pembangunan yang anti rakyat," kata Ali.

Ali menilai pembangunan waduk Jatigede di Sumedang, pembangunan PLTU II di Indramayu dan Cirebon, termasuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB), serta penggusuran yang semakin massif terjadi, seperti di Jakarta dan berbagai kota lainnya, adalah bukti nyata bahwa pemerintah hanya melayani kepentingan investasi yang sama sekali tidak menguntungkan rakyat dan tidak mempedulikan penghidupan rakyat yang terkena dampak.

Dia mengungkapkan Desa Sukamulya yang berlokasi di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, merupakan salah satu desa yang terkena dampak pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat yang ditetapkan sebagai salah satu objek dari proyek strategis nasional yang sangat ambisius dan bombastis dari pemerintahan Jokowi.

Ali mengatakan Desa Sukamulya merupakan desa yang subur, dengan produksi pertanian yang baik, merupakan tempat dimana  5.500 jiwa manusia menggantungkan hidupnya.  
   
Mayoritas dari desa ini, seluas 700 hektare merupakan area pertanian, sementara 40 hektare digunakan untuk pemukiman oleh rakyat Desa Sukamulya, katanya.  
   
Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat yang masuk didalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 03 tahun 2016   adalah salah satu dari 225 proyek strategis, belum termasuk program infrastruktur ketenagalistrikan telah ditolak selama 12 tahun oleh rakyat Sukamulya.

Ali mengatakan penolakan pembangunan bandara tersebut karena tidak memberikan perbaikan kehidupan bagi rakyat Desa Sukamulya bahkan mengancam keberlanjutan kehidupan mereka.

Pemerintah Pusat dan Provinsi hanya akan memberikan kompensasi atas tanah dan rumah mereka yang dirampas, tanpa adanya relokasi dan jaminan kehidupan yang lebih baik ditempat yang baru, katanya.

Ali mengkhawatirkan perjuangan rakyat Desa Sukamulya selama 12 tahun akan segera dipadamkan oleh pemerintah dengan membentuk   panitia khusus untuk mempercepat penggusuran rakyat Desa   Sukamulya.  

Pansus yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari Pemprov Jabar, Pemkab Majalengka, Kantah BPN Kabupaten Majalengka, Kanwil BPN Jabar, Kejaksaan, TNI dan Polri.

Pada tanggal 15-16 November 2016, Pansus BIJB akan melakukan pengukuran tanah di Desa Sukamulya. Pengukuran tanah ini akan mengerahkan sekitar 1.200 personil aparat gabungan TNI-Polri, tanpa adanya musyawarah dengan pihak Desa Sukamulya.

AGRA menilai hal ini merupakan langkah yang sangat memaksa dan menunjukkan watak fasis dan anti rakyat.

Ali mengatakan pihaknya menuntut kepada pemerintah untuk segera menghentikan proyek pembangunan bandara tersebut yang akan merampas tanah dan sumber kehidupan warga Desa Sukamulya.

Pewarta: Joko Susilo

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016