Mataram (Antara Babel) - Badan Meteorolologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Geofisika Mataram merilis sekurangnya terjadi 808 gempa bumi mengguncang Nusa Tenggara Barat sepanjang tahun 2016, empat guncangan di antaranya menyebabkan kerusakan.

Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto di Mataram, Senin mengungkapkan sebagian besar gempa bumi tersebut didominasi oleh gempa bumi dangkal dengan kekuatan kurang dari 5 Skala Richter (SR).

"Dari ratusan kejadian gempa bumi di NTB, sembilan kejadian terasa getarannya dan empat merusak," katanya.

Ia menambahkan, dari empat kejadian gempa bumi merusak, dua di antaranya menimbulkan kerusakan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah gempa bumi di Kabupaten Dompu pada 1 Agustus 2016.

Gempabumi berkekuatan 5,7 SR menimbulkan getaran yang cukup dirasakan di wilayah Sumbawa, Mataram (NTB) dan Denpasar, Bali.

Terdapat 133 kerusakan bangunan yang cukup signifikan, khususnya di Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu.

Gempa bumi merusak berikutnya, kata Agus, terjadi di Kabupaten Lombok Utara, pada 31 Maret 2016.

"Kerusakan yang ditimbulkannya meliputi satu puskesmas, satu masjid dan dua rumah warga," ujarnya.

Berdasarkan hasil kajian BMKG, menurut Agus, kejadian merusak tersebut diakibatkan oleh sumber gempa bumi yang sama, yaitu sesar naik belakang busur Flores. Sesar ini berada di kedalaman dangkal dan dekat dengan busur kepulauan mulai dari Nusa Tenggara Timur (NTT) - NTB sampai di ujung timur Bali.

Berbeda halnya pada zona subduksi memiliki ciri banyak kejadian gempa kecil-kecil dan butuh beberapa waktu untuk sebuah kejadian gempa bumi signifikan.

"Namun secara keseluruhan, kedua generator gempa bumi tersebut sama-sama memiliki peluang yang sama menyebabkan bencana," katanya.

NTB, kata dia, juga memiliki riwayat gempa bumi yang cukup besar pada tahun 2013. Sebanyak 5.286 rumah rusak dan 30 orang dilaporkan mengalami luka-luka.

Selain itu, wilayah NTB juga memiliki riwayat kejadian tsunami pada tahun 1815, 1838, dan 1977.

Menurut Agus, fakta tersebut sudah sangat cukup bagi pemerintah daerah di NTB, untuk segera berbenah, baik dari sisi struktural maupun kultural.

Adapun kemajuan telah ditunjukkan dari segi monitoring gempa bumi yang makin akurat dan cepat seiring meningkatnya jumlah sensor pencatat gempa di Indonesia.

Selain itu, sistem peringatan dini tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) memungkinkan pemerintah memberikan informasi dini terkait kejadian tsunami di daerah terdampak dalam waktu lima menit setelah kejadian gempa.

Bahkan BMKG sudah membangun Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Tsunami (SIGPT) berupa sirine tsunami yg terletak di Lingkungan Karang Panas, dan halaman kantor Kelurahan Ampenan Selatan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.

"Sirine itu diaktivasi sebagai bunyi test setiap bulan pada tanggal 26 pukul 10.00 WITA," ujar Agus.

Pewarta: Awaludin

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017