Jakarta (Antara Babel) - Panitia Khusus DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu beberapa hari belakangan ini mendatangi berbagai kantor media massa untuk berdiskusi mengenai materi dalam RUU itu terkait peran lembaga pemberitaan dan penyiaran.

Pansus sangat memerlukan masukan dari berbagai media massa mengingat penyelenggaraan Pemilu 2019 merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia karena pada pemilu mendatang, tiap rakyat memilih semua secara sekaligus yakni memilih pasangan presiden dan wakil presiden serta memilih wakil rakyat untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

RUU Penyelenggaraan Pemilu itu juga memuat ketentuan sekaligus menjadi ketentuan baru dari tiga UU terkait pemilu, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Tidak mengherankan materi RUU itu tersaji dalam jumlah halaman yang banyak yakni sekitar 400 halaman karena memuat ratusan pasal.

Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy dalam diskusi dengan pimpinan TVRI, RRI, dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, di Jakarta, pada Selasa (24/1), misalnya, antara lain mengharapkan kepada media massa swasta dan pemerintah untuk membantu penyelenggaraan pemilu mendatang dengan berbagai peran dalam pemberitaan atau publikasi pemilu secara optimal.

Bersama sejumlah anggota Pansus lainnya, Lukman menekankan pada pentingnya tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu mendatang yang dipengaruhi oleh berbagai pemberitaan dari media massa.

Anggota Pansus Rambe Kamarulzaman menambahkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi persoalan. "Yang diperlukan partisipasi bukan mobilisasi," kata politisi senior dari Partai Golkar itu.

Menurut dia, masyarakat di tingkat bawah banyak yang belum paham makna pemilu sehingga kesadaran mereka harus terus ditingkatkan bagaimana mereka berpartisipasi dalam pemilu, melalui berbagai pemberitaan media massa. Rambe menambahkan bahwa belum sampai pada memahami bahwa pemilu merupakan wujud kedaulayan rakyat dan oleh karena itu sosialisasinya jangan hanya dimasukkan dalam kampanye.

Dalam RUU itu antara lain disebutkan bahwa publikasi pemilu dilakukan oleh LKBN Antara, RRI, dan TVRI. Anggota Pansus Pemilu Agung Widiantoro mendukung keterlibatan LKBN Antara, RRI dan TVRI dalam publikasi pemilu. Swasta tidak boleh iri karena ketiga lembaga tersebut menjadi corong negara dalam melakukan pemberitaan, katanya.

Anggota Pansus Pemilu Hetifah Sjaifudian bahkan mengatakan Pansus Pemilu wajib menunjukkan keberpihakannya pada ketiga lembaga tersebut.

Lukman Edy juga menekankan pada peran ketiga lembaga tersebut. "Kami tidak bisa membiarkan partisipasi masyarakat menurun. Dengan jumlah pembaca, pemirsa, dan pendengar dari lembaga penyiaran publik dan Antara, apakah bisa mendukung dalam upaya peningkatan partisipasi publik," ujarnya.

Kalau upaya peningkatan partisipasi publik bisa dipenuhi ketiga lembaga itu maka banyak hal yang bisa ditata dalam RUU Pemilu. Lalu hiruk pikuk pemilu bisa dipublikasikam secara proporsional dan peran ketiganya besar dalam mengelola itu semua.

    
Utamakan fungsi

Dalam materi diskusi tertulis, Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu memasukkan TVRI, RRI, dan Antara sebagai satu kategori yakni lembaga penyiaran. Terkait pertanyaan bagaimana peranan lembaga penyiaran publik dalam menyelenggarakan penyiaran pemilu, Pansus mendapatkan penjelasan bahwa landasan hukum ketiga media tersebut adalah berbeda.

Landasan hukum Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam ketentuan umum pasal 1, misalnya, disebutkan kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

Pada pasal 14 UU itu menyebutkan "untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita".

Undang-Undang tentang Pers itu menjadi rujukan bagi adanya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.  

Sementara landasan hukum TVRI dan RRI diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan masing-masing memiliki Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik RRI dan PP Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI.

Jadi badan hukum ketiga institusi pemberitaan itu berbeda, Antara berbentuk Perum (Perusahaan Umum) dalam rumpun badan usaha milik negara (BUMN) sehingga terikat pula dengan ketentuan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan belum memiliki mata anggaran sendiri dalam APBN (masuk dalam mata anggaran Kementerian Kominfo untuk kewajiban layanan publik atau PSO) sedangkan TVRI dan RRI berbadan hukum LPP yang memiliki mata anggaran sendiri dalam APBN.

Untuk itu, dalam diskusi tersebut dapat disetujui bahwa terkait penyiaran pemilu lebih pada mengutamakan fungsi dari masing-masing peran Antara, RRI, dan TVRI, dalam pemberitaan atau penyiaran seluruh hal yang terkait dengan publikasi penyelenggaraan pemilu.

Lukman Edy menggambarkan bahwa pentahapan awal pelaksanaan pemilu yang dijadwalkan mulai berlangsung pada pertengahan tahun ini setidaknya membutuhkan persiapan yang matang dari berbagai media massa untuk melakukan publikasi tentang pemilu setelah RUU Penyelenggaraan Pemilu dapat disetujui dan disahkan menjadi UU.

Terkait penyiaran pemilu, Pansus Pemilu mempertimbangkan berbagai pihak di media massa karena tidak boleh diskriminasi namun pertimbangkan stabilitas, netralitas, keadilan pemberitaan media.

Pengalaman pada Pemilu Presiden 2014 yang membuat media massa secara umum "terbelah" karena kepentingan dalam mendukung peserta pemilu, menjadi catatan Pansus agar ke depan media massa benar-benar dapat menjunjung tinggi objektivitas dan netralitas.

"Pool"

Mengenai isi materi dalam RUU yang mengatur bahwa pemilihan narasumber, tema, moderator, dan tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat diatur oleh lembaga penyiaran, Pansus mendapatkan masukan bahwa sebaiknya hal tersebut diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

Lembaga penyiaran sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga penyiaran seperti televisi dan radio yang ada dimiliki dan atau dikuasai oleh beragam pemilik media, ada yang dimiliki oleh negara/pemerintah, ada yang dimiliki oleh pengusaha swasta yang cenderung memiliki kepentingan politik pada partai tertentu, ada yang dimiliki berdasarkan konglomerasi media, termasuk yang sebagian kepemilikannya oleh pengusaha asing, dan sebagian lain dimiliki oleh perorangan/ormas.

Dengan keberagaman kepemilikan itu pula menentukan arah dan kebijakan redaksional masing-masing lembaga penyiaran. Meskipun lembaga penyiaran menyiarkan pemberitaan secara independen tetapi mereka tidak bisa netral atas beragam kepentingan.

Oleh karena itu, lembaga penyiaran kurang tepat bila harus mengatur pemilihan narasumber, tema, moderator, dan tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat dalam penyiaran kampanye pemilu.

Pengaturan penyiaran kampanye pemilu merupakan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yang diatur terakhir dalam UU Nomor 22 Tahun 2007. Pengaturan pemilihan narasumber, tema, moderator, tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat, tetap diatur oleh KPU dan merupakan kewenangan KPU.

Untuk penyiaran kampanye pemilu KPU bekerja sama dengan lembaga penyiaran dalam teknis penyiarannya. "Kami percayakan pada KPU namun secara teknis harus koordinasi dengan lembaga penyiaran," ujar Direktur Pemberitaan LKBN Antara Aat Surya Safaat.

Dalam teknis penyiaran kampanye monolog, dialog, dan debat, berbagai lembaga penyiaran bisa membentuk pool untuk menyiarkan secara bersama-sama. Secara teknis dilaksanakan oleh satu, dua, atau tiga lembaga penyiaran tetapi dalam penyiarannya dilakukan secara bersama-sama dan serentak.

Dalam diskusi itu juga dibahas soal materi RUU yang isinya hanya membatasi media cetak dan lembaga penyiaran padahal ada media elektronik dalam jaringan internet (daring) alias "online" dengan berbagai platform seperti teks, suara, video, bahkan grafis.

Media daring ini ada yang berbentuk badan hukum tetapi banyak juga yang belum berbadan hukum, ada yang telah tampil sebagai media resmi tetapi banyak juga yang belum, atau biasa disebut dengan istilah "abal-abal".

Termasuk juga berbagai media sosial yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna untuk menyebarluaskan berbagai informasi.

Dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu itu hanya diatur mengenai lembaga penyiaran dan media cetak namun media daring atau "online" belum diatur lebih rinci padahal media daring memiliki pembaca, penonton, dan pendengar sendiri, di era gadget multimedia dalam genggaman tangan dalam mengaksesnya sehingga juga diperlukan pengaturan.

Ada beberapa pasal dalam RUU Pemilu yang perlu disempurnakan karena di dalamnya hanya membedakan media cetak dan lembaga penyiaran.

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017