Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima saksi soal tindak pidana korupsi suap kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi, ada tiga orang diperiksa untuk tersangka Patrialis Akbar (PAK) dan dua orang untuk tersangka Basuki Hariman (BHR)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Tiga saksi untuk tersangka Patrialis antara lain Mangku Sitepu dari swasta, Eko Basuki Teguh Argo Wibowo sebagai ajudan Patrialis, dan Teguh Boediyana dari pihak swasta.

Sementara dua saksi untuk tersangka Basuki Hariman yakni Pina Tamin dari swasta dan Kumala Dewi Sumartono dari swasta atau bagian keuangan CV Sumber Laut Perkasa.

Febri mengatakan KPK akan terus mendalami rangkaian peristiwa dari indikasi suap tersebut.

"Termasuk bagian dari proses permohonan yang akan kami lihat lebih jauh apakah memang ada relasi antara pihak pemohon dengan Basuki Hariman (BHR) dan kawan-kawan sebagai pihak pemberi suap tersebut," ujarnya.

Soal saksi Kumala Dewi Sumartono, Febri menyatakan seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa KPK sudah mnemukan buku catatan keuangan perusahaan dan juga "voucher" penukaran mata uang asing.

"Kami ingin dalami lebih jauh informasi-informasi yang terdapat dari dokumen-dokumen yang sudah kami temukan dan sita itu," ucap Febri.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga  menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017