Jakarta (Antara Babel) - Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono menyatakan dua saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam lanjutan sidang penodaan agama menguntungkan pihaknya.

"Untungnya dalam arti begini, kenapa sih Al Maidah diucapkan spontan saya tanya pada saksi pertama hasil evaluasi kegagalan di Bangka Belitung apa. Dia jawab dua, pertama soal penggelembungan suara. Kedua ada selebaran Al Maidah. Nah berarti Al Maidah sudah diposisikan sebagai penghambat, itu saksi pertama," kata Ali seusai sidang lanjutan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui, saksi pertama yang memberikan keterangan dalam sidang Ahok ke-13 itu adalah Wakil Rektor Universitas Darma Persada Jakarta Eko Cahyono. Ia juga diketahui sebagai mantan pasangan Ahok dalam Pilkada Bangka Belitung 2007.

Selanjutnya, saksi kedua adalah Analta Amier yang merupakan kakak angkat Ahok.

Namun, Majelis Hakim menolak memeriksa Analta dengan alasan yang bersangkutan pernah mendengarkan keterangan saksi-saksi saat menghadiri sidang dengan jadwal pemeriksaan saksi-saksi tersebut.

Sementara saksi ketiga yang dihadirkan adalah Bambang Waluyo Wahab sebagai konsultan aplikasi kenalan Ahok.

Dalam persidangan diketahui saksi Bambang yang diajukan oleh tim kuasa hukum Ahok merupakan anggota tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Selain itu, Bambang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik DPD I Partai Golkar DKI Jakarta.

"Nah saksi ketiga juga seperti itu ketika dia katakan berasal dari partai pengusung apakah kegagalan di Bangka Belitung juga dibahas, dijawab iya. Artinya Al Maidah dibahas sebelum ke Kepulauan Seribu. Rangkaian seperti ini tidak bisa berdiri sendiri saling berkaitan," kata Ali.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017