Jakarta (Antara Babel) - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah meminta pemerintah untuk bersikap fleksibel dalam penerapan kebijakan lima hari sekolah, antara lain dengan melaksanakannya secara bertahap.

Dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, Ledia mengatakan niat baik pemerintah untuk mendorong penguatan pendidikan karakter, serta menyamakan standar kerja aparatur sipil negara (ASN) guru masih terkendala dengan persoalan prasarana sarana dan kondisi subjektif masyarakat, sehingga perlu pelaksanaan bertahap dengan evaluasi secara berkala.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Mendikbud No.23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah yang mengatur masa sekolah selama 8 jam sehari dalam 5 hari sekolah dalam sepekan.

Peraturan yang ditandatangani Mendikbud pada 12 Juni 2017 itu dinyatakan berlaku sejak diundangkan, atau hanya berselang sebulan dari masa tahun ajaran baru 2017-2018.

Ledia Hanifa yang merupakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengingatkan bahwa "full day school" tidak semata mengubah metode, proses dan materi ajar namun juga membutuhkan waktu jeda yang cukup bagi peserta didik dan guru untuk beristirahat, shalat dan makan.

Begitu juga waktu pulang yang lebih petang, lanjut dia, akan berhadapan dengan pertanyaan "aman dan nyamankah anak saat pulang dari sekolah".

Menurut dia, masih ada ribuan sekolah di wilayah yang belum terjangkau kendaraan dan ada pula ribuan anak sekolah yang harus berjalan kaki sekian kilometer dari dan menuju sekolah.

Di sisi lain, dengan waktu belajar sampai sore berarti sekolah harus siap dengan kantin atau katering yang memadai serta tempat beribadah yang layak. "Bagi orangtua ini adalah biaya tambahan bila anak harus makan di sekolah, khususnya bagi yang tidak membawa bekal dari rumah," katanya.

Koordinasi

Oleh karena itu, Ledia Hanifa juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus melakukan koordinasi antar-kementerian dan lembaga untuk mendorong pelaksanaan sistem pendidikan yang lebih baik.

Dia menambahkan masalah prasarana sarana sekolah yang minim, transportasi yang belum memadai, hingga bantuan bagi siswa miskin yang terhalang validasi data, perlu dikoordinasikan secara bersama antar-kementerian dan lembaga agar bisa saling menunjang.

"Sepanjang belum terpenuhi, jangan dipaksakan sekolah memenuhi klausul 8 jam per hari selama lima hari, sebab kita tidak ingin sampai terjadi; sekolahnya lima hari, tetapi kantin dan sarana ibadah tidak memadai, anak kurang gizi dan lelah. Niat penguatan karakter justru tidak akan tercapai," kata Ledia.

Tak kalah pentingnya, menurut Ledia, sekolah juga perlu berkomunikasi dan bekerja sama lebih intens dengan pihak orangtua atau murid wali agar dua hari tanpa sekolah bisa terisi dengan kegiatan yang melibatkan kebersamaan bersama anak.

"Salah satu landasan lima hari bersekolah kan agar anak bisa lebih dekat dengan keluarga, ini berarti orangtua pun perlu diajak duduk bersama terkait adanya penyesuaian waktu sekolah, agar tujuan penguatan nilai kebersamaan dalam keluarga benar-benar bisa tercapai," katanya.

Pewarta: Arief Mujayatno

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017