Jakarta (Antara Babel) - Untuk kesekian kalinya kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu belum mencapai kata akhir.
Pada awalnya pembahasan dijadwalkan rampung pada Mei 2017 mengingat tahapan pemilu sudah harus mulai berjalan pada Agustus 2017. Namun apa dikata, hingga akhir Juni kata sepakat belum juga dicapai.
Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu kembali menunda pengambilan keputusan terkait lima isu krusial, dan dijadwalkan pengambilan keputusan tingkat Pansus pada 10 Juli.
Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy mengatakan Pansus sepakat pengambilan keputusan tingkat 1 pada tanggal 10 Juli, sementara itu tanggal 6-8 Juli Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi berkumpul untuk merapikan draft(rancangan) hasil pembahasan.
Kelima isu krusial itu adalah ambang batas parlemen, ambang batas partai mengajukan calon presiden, kuota suara per-daerah pemilihan, sistem pemilu, dan metode konversi suara.
Menurut Lukman, penyelesaian pembahasan RUU Pemilu molor lagi hingga Juli, karena belum proses lobi pada lima isu krusial berjalan cukup lama dalam mencapai kesepakatan.
Kemudian, katanya, sudah memasuki hari libu lebaran, kesepakatan dan persetujuannya dilakukan setelah Lebaran.
Pansus akan mempersilakan Pemerintah untuk menyampaikan hasil lobi, yang prinsipnya Pansus sepakat untuk menempuh jalur lobi untuk mencapai kesepakatan.
Pada rapat tersebut, juga disampaikan laporan tim perumus dan tim sinkorinisasi (Timsin dan Timmus).
Dia menjelaskan hasil lobi antarfraksi disepakati bahwa Pansus akan menempuh jalur musyawarah dan mufakat serta menyampaikan ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang menjadwalkan Rapat Paripurna DPR pada 20 Juli.
Menurut Lukman Edy, dalam forum lobi tersebut, Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) juga melaporkan hasil kerjanya selama ini.
Laporan timsin dan timus berkenaan laporan amanah pekerjaan. Timus diketuai Yandri Susanto dan Timsin diketuai Riza Patria.
Sementara itu, Riza Patria menjelaskan Timus dari RUU Pemilu sebagaimana yang ditugaskan merumuskan pasal demi pasal, ayat demi ayat pada Rabu (14/6) sudah selesai melaksanakan tugas dan selanjutnya dilanjutkan Timsin.
Dia mengatakan Pansus akan menyempurnakan terkait lima isu strategis yang akan diputuskan secara musyawarah mufakat sehingga bukan mencari perbedaan namun kesamaan pendapat.
Anggota Pansus Yandri Susanto mengatakan terkait isu krusial pembahasan belum selesai dan Timus kerjanya belum sempurna. Dia menjelaskan Timus terbuka untuk menyisir kembali pasal demi pasal, dan ayat demi ayat dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu tersebut.
Yandri mengatakan hasilnya belum sempurna karena belum ada kesepakatan lima isu krusial.
Salah satu isu yang cukup alot dibahas adalah terkait ambang batas pencalonan presiden.
Ada empat variasi pilihan dalam pembahasan ambang batas ini.
Variasi pertama, ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 10-15 persen kuota suara per daerah pemilihan tiga-delapan, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara jenis sainta lague murni.
Variasi kedua, ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 20-25 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-delapan suara, sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni.
Dan variasi ketiga, ambang batas parlemen empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden 0 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-10 suara, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara quota harre.
Variasi keempat, ambang batas parlemen empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden 10-15 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-10 suara, sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni.
Sementara itu pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tetap menginginkan "presidential threshold" atau ambang batas pencalonan presiden dalam skema 20-25 persen sesuai dengan UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pemerintah
Sementara Presiden Joko Widodo menginginkan sebuah sikap yang konsisten dalam penyederhanaan pembangunan politik terkait upaya revisi terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilu.
"Pembangunan politik negara itu harus konsisten menuju pada penyederhanaan. Harus konsisten. Jangan sudah sampai ke sini kembali lagi kesini. Lah kapan politik negara ini akan semakin baik, harus ada konsistensi sehingga ya kita ingin kalau yang dulu sudah 20 masa kita mau kembali ke nol. Gitu lho," kata Presiden dalam sebuah kesempatan.
Menurut Presiden, seharusnya semakin jauh melangkah maka pembangunan politik negara semakin konsisten dan semakin sederhana.
Dan terkait revisi RUU Pemilu maka penyederhanaan juga konsistensi baik dari sisi partai politiknya maupun dalam penyelenggaraan pemilunya ke depan.
"Kita harus konsisten seperti itu dan saya sudah menugaskan kepada Mendagri untuk mengawal itu," katanya.
Terkait kemungkinan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) penyelenggaraan pemilu, Presiden menegaskan hal itu masih dalam pembahasan.
Jokowi menegaskan pentingnya sebuah visi ke depan dan bentuk politik negara.
Keputusan untuk menunda pembahasan hingga usai lebaran dan hanya 20 hari sebelum proses pemilu dimulai telah diambil.
Semua pihak tentu mengharapkan sulitnya pembahasan ini bermakna bahwa semua pihak menginginkan hasil yang terbaik dalam formulasi RUU Pemilu yang akan digunakan pada 2019 mendatang.
Harapan itu tak terlalu berlebihan mengingat demokrasi pada hakikatnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Pada awalnya pembahasan dijadwalkan rampung pada Mei 2017 mengingat tahapan pemilu sudah harus mulai berjalan pada Agustus 2017. Namun apa dikata, hingga akhir Juni kata sepakat belum juga dicapai.
Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu kembali menunda pengambilan keputusan terkait lima isu krusial, dan dijadwalkan pengambilan keputusan tingkat Pansus pada 10 Juli.
Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy mengatakan Pansus sepakat pengambilan keputusan tingkat 1 pada tanggal 10 Juli, sementara itu tanggal 6-8 Juli Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi berkumpul untuk merapikan draft(rancangan) hasil pembahasan.
Kelima isu krusial itu adalah ambang batas parlemen, ambang batas partai mengajukan calon presiden, kuota suara per-daerah pemilihan, sistem pemilu, dan metode konversi suara.
Menurut Lukman, penyelesaian pembahasan RUU Pemilu molor lagi hingga Juli, karena belum proses lobi pada lima isu krusial berjalan cukup lama dalam mencapai kesepakatan.
Kemudian, katanya, sudah memasuki hari libu lebaran, kesepakatan dan persetujuannya dilakukan setelah Lebaran.
Pansus akan mempersilakan Pemerintah untuk menyampaikan hasil lobi, yang prinsipnya Pansus sepakat untuk menempuh jalur lobi untuk mencapai kesepakatan.
Pada rapat tersebut, juga disampaikan laporan tim perumus dan tim sinkorinisasi (Timsin dan Timmus).
Dia menjelaskan hasil lobi antarfraksi disepakati bahwa Pansus akan menempuh jalur musyawarah dan mufakat serta menyampaikan ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang menjadwalkan Rapat Paripurna DPR pada 20 Juli.
Menurut Lukman Edy, dalam forum lobi tersebut, Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) juga melaporkan hasil kerjanya selama ini.
Laporan timsin dan timus berkenaan laporan amanah pekerjaan. Timus diketuai Yandri Susanto dan Timsin diketuai Riza Patria.
Sementara itu, Riza Patria menjelaskan Timus dari RUU Pemilu sebagaimana yang ditugaskan merumuskan pasal demi pasal, ayat demi ayat pada Rabu (14/6) sudah selesai melaksanakan tugas dan selanjutnya dilanjutkan Timsin.
Dia mengatakan Pansus akan menyempurnakan terkait lima isu strategis yang akan diputuskan secara musyawarah mufakat sehingga bukan mencari perbedaan namun kesamaan pendapat.
Anggota Pansus Yandri Susanto mengatakan terkait isu krusial pembahasan belum selesai dan Timus kerjanya belum sempurna. Dia menjelaskan Timus terbuka untuk menyisir kembali pasal demi pasal, dan ayat demi ayat dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu tersebut.
Yandri mengatakan hasilnya belum sempurna karena belum ada kesepakatan lima isu krusial.
Salah satu isu yang cukup alot dibahas adalah terkait ambang batas pencalonan presiden.
Ada empat variasi pilihan dalam pembahasan ambang batas ini.
Variasi pertama, ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 10-15 persen kuota suara per daerah pemilihan tiga-delapan, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara jenis sainta lague murni.
Variasi kedua, ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 20-25 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-delapan suara, sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni.
Dan variasi ketiga, ambang batas parlemen empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden 0 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-10 suara, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara quota harre.
Variasi keempat, ambang batas parlemen empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden 10-15 persen, kuota suara per-daerah pemilihan tiga-10 suara, sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni.
Sementara itu pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tetap menginginkan "presidential threshold" atau ambang batas pencalonan presiden dalam skema 20-25 persen sesuai dengan UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pemerintah
Sementara Presiden Joko Widodo menginginkan sebuah sikap yang konsisten dalam penyederhanaan pembangunan politik terkait upaya revisi terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilu.
"Pembangunan politik negara itu harus konsisten menuju pada penyederhanaan. Harus konsisten. Jangan sudah sampai ke sini kembali lagi kesini. Lah kapan politik negara ini akan semakin baik, harus ada konsistensi sehingga ya kita ingin kalau yang dulu sudah 20 masa kita mau kembali ke nol. Gitu lho," kata Presiden dalam sebuah kesempatan.
Menurut Presiden, seharusnya semakin jauh melangkah maka pembangunan politik negara semakin konsisten dan semakin sederhana.
Dan terkait revisi RUU Pemilu maka penyederhanaan juga konsistensi baik dari sisi partai politiknya maupun dalam penyelenggaraan pemilunya ke depan.
"Kita harus konsisten seperti itu dan saya sudah menugaskan kepada Mendagri untuk mengawal itu," katanya.
Terkait kemungkinan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) penyelenggaraan pemilu, Presiden menegaskan hal itu masih dalam pembahasan.
Jokowi menegaskan pentingnya sebuah visi ke depan dan bentuk politik negara.
Keputusan untuk menunda pembahasan hingga usai lebaran dan hanya 20 hari sebelum proses pemilu dimulai telah diambil.
Semua pihak tentu mengharapkan sulitnya pembahasan ini bermakna bahwa semua pihak menginginkan hasil yang terbaik dalam formulasi RUU Pemilu yang akan digunakan pada 2019 mendatang.
Harapan itu tak terlalu berlebihan mengingat demokrasi pada hakikatnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017