Surabaya (Antara Babel) - Pencabutan subsidi listrik yang membuat tarif listrik naik menjadi pendorong utama inflasi di Jawa Timur sebesar 0,49 persen, karena masih menjadi beban sebagian masyarakat.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Teguh Pramono di Surabaya, Senin mengatakan daerah dengan angka inflasi tertinggi terjadi di Kota Probolinggo yaitu 0,70 persen, dan terendah di Kota Malang 0,37 persen.

"Inflasi terjadi di seluruh kota di Jawa Timur, Kota Probolinggo memiliki angka inflasi paling tinggi yaitu 0,70 persen sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Malang yaitu sebesar 0,37 persen," katanya.

Teguh mengatakan, prediksi awal yang menjadi pendorong utama inflasi pada Ramadhan hingga Lebaran adalah naiknya tarif angkutan mudik seperti kereta api dan pesawat, namun hal itu tidak terjadi dan hanya menjadi faktor kedua setelah tarif listrik.

"Kenaikan tarif kereta api dikarenakan bertepatan dengan momen Idul Fitri, sebab kebutuhan akan transportasi menjadi melonjak tinggi. Hal ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana setiap momen libur panjang selalu terjadi kenaikan tarif kereta api," katanya.

Selain itu inflasi Jatim juga terjadi akibat adanya pengeluaran tinggi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mencapai 0,98 persen. Sedangkan inflasi terendah adalah kelompok Bahan Makanan sebesar 0,10 persen. 

"Sedangkan komoditas yang memberikan andil terbesar deflasi ialah cabai rawit, bawang putih, dan cabai merah," katanya.

Sementara itu laju inflasi tahun ke tahun (yoy) di Jawa Timur Juni 2017 mencapai 4,66 persen, atau lebih tinggi dibanding Juni 2016 yang hanya sebesar 2,93 persen. 

"Pada Juni 2017 semua ibu kota provinsi di pulau Jawa mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Bandung yang mencapai 0,99 persen sedangkan inflasi terendah terjadi di Semarang sebesar 0,37 persen," katanya.

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017