Jakarta (Antara Babel) - Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengingatkan anggota ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) atas ancaman sampah plastik laut terhadap keberlangsungan hidup manusia.
Melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa, Havas menyebutkan tiga ancaman utama yang dihadapi perairan global.
"Jadi apabila saya simpulkan, ada tiga ancaman terhadap laut kita, yakni ancaman tradisional, ancaman kriminal dan ancaman yang disebabkan alam," katanya saat berbicara dalam forum pertemuan Kaukus AIPA ke-9 di Jakarta, Selasa.
Havas menjelaskan ancaman tradisional adalah ancaman yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan yang masif dan serampangan.
Ancaman kriminal merupakan ancaman yang berupa penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan orang, penyelundupan senjata maupun narkoba.
Sedangkan ancaman ketiga adalah ancaman yang berasal dari alam namun sebenarnya juga disebabkan oleh ulah manusia yang terkait dengan kondisi perubahan iklim.
"Ancaman ini dulu tidak kita temukan atau tidak kita sadari yakni pemutihan karang dan naiknya permukaan air laut," ujarnya.
Naiknya permukaan air laut ini, sebut dia, menyebabkan hilangnya permukaan tanah selebar 500 meter sehingga lebih dari 150 rumah di pinggir pantai di sebelah utara Pulau Jawa hilang.
Masalah berkurangnya luasan lahan di kawasan pesisir akibat naiknya permukaan air laut ini menurut mantan Dubes RI untuk Belgia ini ternyata tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, namun juga beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
"Dengan sangat menyesal, saya katakan kita tidak siap untuk menghadapi munculnya masalah-masalah baru ini," katanya.
Disebut dia, konsekuensi hilangnya wilayah potensial di kawasan pinggiran pantai akan menyebabkan masalah baru karena pemerintah harus merelokasi warga yang menjadi korban.
Dengan relokasi tersebut, maka korban tidak hanya akan kehilangan tempat tinggal saja namun juga penghasilan mereka.
Dan hal itu, tambah Havas, sudah terjadi di negara-negara pulau seperti Palau. Negara ini telah memindahkan sebagian penduduk mereka dari kawasan pantai ke daerah pegunungan akibat hilangnya sebagian wilayah pesisir karena naiknya permukaan laut.
Lebih jauh, ia mengatakan salah satu penyebab perubahan iklim adalah banyaknya sampah plastik di laut laut.
Havas lantas mengutip hasil sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa secara global pada tahun 2050 akan lebih banyak ikan yang mengonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati.
Indonesia sendiri telah melakukan riset bersama dengan University of California Davis pada 2014 dan 2015 mengenai pencemaran plastik mikro di dalam pencernakan ikan.
"Hasilnya adalah 28 persen dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan plastik. Sementara itu, 67 persen ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik," ungkapnya.
Dengan fakta tersebut, Havas mengajak anggota parlemen yang menghadiri forum AIPA tersebut untuk bekerja bersama menangani sampah plastik laut.
"Ini merupakan tanggung jawab semua orang, mulai dari pemerintah, parlemen dan masyarakat," imbuhnya.
Selain itu, dia juga menekankan pentingnya kampanye untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan agar sampah tidak berakhir di laut.
Salah satu anggota delegasi yang berasal dari Kamboja menyambut baik imbauan tersebut dan mengusulkan agar pemerintah bersedia untuk melakukan tindakan tegas dengan melarang produsen untuk menggunakan kantong plastik. Dengan begitu, dia yakin bahwa sampah plastik akan jauh berkurang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa, Havas menyebutkan tiga ancaman utama yang dihadapi perairan global.
"Jadi apabila saya simpulkan, ada tiga ancaman terhadap laut kita, yakni ancaman tradisional, ancaman kriminal dan ancaman yang disebabkan alam," katanya saat berbicara dalam forum pertemuan Kaukus AIPA ke-9 di Jakarta, Selasa.
Havas menjelaskan ancaman tradisional adalah ancaman yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan yang masif dan serampangan.
Ancaman kriminal merupakan ancaman yang berupa penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan orang, penyelundupan senjata maupun narkoba.
Sedangkan ancaman ketiga adalah ancaman yang berasal dari alam namun sebenarnya juga disebabkan oleh ulah manusia yang terkait dengan kondisi perubahan iklim.
"Ancaman ini dulu tidak kita temukan atau tidak kita sadari yakni pemutihan karang dan naiknya permukaan air laut," ujarnya.
Naiknya permukaan air laut ini, sebut dia, menyebabkan hilangnya permukaan tanah selebar 500 meter sehingga lebih dari 150 rumah di pinggir pantai di sebelah utara Pulau Jawa hilang.
Masalah berkurangnya luasan lahan di kawasan pesisir akibat naiknya permukaan air laut ini menurut mantan Dubes RI untuk Belgia ini ternyata tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, namun juga beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
"Dengan sangat menyesal, saya katakan kita tidak siap untuk menghadapi munculnya masalah-masalah baru ini," katanya.
Disebut dia, konsekuensi hilangnya wilayah potensial di kawasan pinggiran pantai akan menyebabkan masalah baru karena pemerintah harus merelokasi warga yang menjadi korban.
Dengan relokasi tersebut, maka korban tidak hanya akan kehilangan tempat tinggal saja namun juga penghasilan mereka.
Dan hal itu, tambah Havas, sudah terjadi di negara-negara pulau seperti Palau. Negara ini telah memindahkan sebagian penduduk mereka dari kawasan pantai ke daerah pegunungan akibat hilangnya sebagian wilayah pesisir karena naiknya permukaan laut.
Lebih jauh, ia mengatakan salah satu penyebab perubahan iklim adalah banyaknya sampah plastik di laut laut.
Havas lantas mengutip hasil sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa secara global pada tahun 2050 akan lebih banyak ikan yang mengonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati.
Indonesia sendiri telah melakukan riset bersama dengan University of California Davis pada 2014 dan 2015 mengenai pencemaran plastik mikro di dalam pencernakan ikan.
"Hasilnya adalah 28 persen dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan plastik. Sementara itu, 67 persen ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik," ungkapnya.
Dengan fakta tersebut, Havas mengajak anggota parlemen yang menghadiri forum AIPA tersebut untuk bekerja bersama menangani sampah plastik laut.
"Ini merupakan tanggung jawab semua orang, mulai dari pemerintah, parlemen dan masyarakat," imbuhnya.
Selain itu, dia juga menekankan pentingnya kampanye untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan agar sampah tidak berakhir di laut.
Salah satu anggota delegasi yang berasal dari Kamboja menyambut baik imbauan tersebut dan mengusulkan agar pemerintah bersedia untuk melakukan tindakan tegas dengan melarang produsen untuk menggunakan kantong plastik. Dengan begitu, dia yakin bahwa sampah plastik akan jauh berkurang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017