Pangkalpinang (ANTARA) - PT Timah menyelenggarakan webinar bertajuk “Laut Bukan Tong Sampah", sebagai komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip good mining practices yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, khususnya dalam pengelolaan operasional tambang laut.
“Laut memang menyimpan sumber daya mineral yang sangat berharga, namun juga merupakan ekosistem kompleks yang harus kita jaga keseimbangannya,” kata Ryan Andri General Manajer Operasi dan Produksi PT Timah Tbk saat membuka webinar di Pangkalpinang, Rabu.
Ia mengatakan webinar PT Timah Tbk bertajuk “Laut Bukan Tong Sampah dan Praktik Baik Pengelolaan Limbah Plastik di Kapal Produksi Timah" ini sebagai rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, sebagai komitmen perusahaan menjaga laut sebagai sumber daya dan ekosistem yang harus dilindungi.
“Webinar ini bukan sekadar seremoni, tetapi bagian dari tanggung jawab moral dan profesional insan pertambangan untuk mengambil peran aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan," ujarnya.
Ia menyatakan selaras dengan tema global Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 yakni “Ending Plastic Pollution”, PT Timah Tbk mendorong refleksi sekaligus aksi nyata insan pertambangan dalam mengatasi permasalahan plastik, terutama di wilayah laut yang menjadi ruang operasi perusahaan.
Saviqri Suryaputra selaku narasumber dari Direktorat Teknik dan Lingkungan KESDM menyampaikan bahwa pengelolaan lingkungan dalam kegiatan pertambangan tidak boleh hanya dianggap sebagai kewajiban administratif, tetapi harus menjadi strategi inti perusahaan.
“Industri tambang saat ini tidak cukup hanya mengelola cadangan. Yang lebih penting adalah bagaimana perusahaan menunjukkan kontribusinya terhadap keberlanjutan dan membangun kepercayaan publik,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa pemegang IUP memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk memastikan praktik reklamasi dan pengelolaan limbah sesuai dengan dokumen lingkungan yang telah disetujui.
"Pengelolaan limbah plastik di kapal produksi harus dilakukan secara menyeluruh dan terstruktur. Setiap kapal berbobot di atas 100 GT wajib mencatat limbah plastik yang masuk dan keluar. Ini bukan sekadar pemisahan sampah, tetapi mencakup audit harian, penyimpanan, penyaluran, hingga edukasi kru kapal secara berkelanjutan,” katanya.
Prof. Muhammad Reza Cordova dari BRIN memaparkan bahwa mikroplastik kini telah menjadi ancaman nyata terhadap kesehatan manusia, bukan lagi sekadar isu lingkungan.
“Saat ini, rata-rata warga Indonesia menyerap sekitar 15 gram plastik/ bulan, setara tiga kartu ATM, melalui makanan, minuman, dan udara. Jika tidak dikendalikan, dua generasi ke depan bisa menyerap hingga 8.000 kartu ATM per tahun,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa mikroplastik telah ditemukan dalam darah, otak, bahkan ASI manusia. Dampaknya mencakup gangguan hormon, metabolisme, hingga potensi kanker.
“Plastik tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya pecah menjadi bagian lebih kecil dan masuk ke tubuh makhluk hidup. Ini adalah krisis kesehatan global,” tegasnya.