Jakarta (Antara Babel) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menerima CEO Telegram Pavel Durov yang berkunjung ke Jakarta untuk menindaklanjuti proses mekanisme penanganan konten negatif sebagai syarat dalam normalisasi aplikasi web Telegram setelah sebelumnya diblokir oleh pihak kementerian.
"Pertemuan ini untuk menindak lanjuti SOP penanganan konten negatif," kata Menkominfo bersama dengan Pavel Durov saat tiba di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa.
Menteri dan Pavel Durov tiba di Kementerian Kominfo sekitar pukul 13.45 WIB setelah makan siang bersama. Rencananya sekitar pukul 14.00 hingga sekitar 15.00 WIB keduanya melakukan pertemuan untuk membahas masalah mekanisme penanganan konten negatif di Telegram.
Sebelumnya, Kementerian Kominfo memblokir aplikasi Telegram berbasis web pada 14 Juli 2017 lalu karena digunakan untuk konten negatif utamanya terorisme dan dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundangan di Indonesia.
Kementerian sendiri sebelum memblokir telah melayangkan enam kali email ke Telegram untuk menangani konten negatif sejak tahun lalu. Namun sayangnya email tersebut tidak berbalas sehingga diputuskan untuk di blokir.
Pihak telegram yang baru mengetahui email yang dilayangkan usai pemberitaan terkait pemblokiran tersebut menyatakan siap menjalin komunikasi dengan Kementerian Kominfo.
Menteri Kominfo menyambut baik kesiapan Telegram untuk berkomunikasi tersebut. Kementerian menyatakan, normalisasi aplikasi telegram berbasis web menunggu respon perusahaan tersebut dalam memenuhi ketentuan yang ada.
Untuk itu Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin menindaklanjuti hal itu diantaranya kemungkinan dibuatnya 'government channel' (saluran pemerintah) agar komunikasi dengan Kementerian Kominfo lebih cepat dan efisien. Kementerian meminta diberikan otoritas sebagai Trusted Flager terhadap akun atau kanal dalam layanan Telegram.
Selain itu Kementerian juga meminta Telegram untuk membuka kantor perwakilan di Indonesia. Hal ini, menurut Dirjend Aplikasi dan Informatika Samuel A Pangerapan agar lebih memudahkan koordinasi dengan pihaknya terutama dalam penanganan konten negatif termasuk terorisme.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Pertemuan ini untuk menindak lanjuti SOP penanganan konten negatif," kata Menkominfo bersama dengan Pavel Durov saat tiba di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa.
Menteri dan Pavel Durov tiba di Kementerian Kominfo sekitar pukul 13.45 WIB setelah makan siang bersama. Rencananya sekitar pukul 14.00 hingga sekitar 15.00 WIB keduanya melakukan pertemuan untuk membahas masalah mekanisme penanganan konten negatif di Telegram.
Sebelumnya, Kementerian Kominfo memblokir aplikasi Telegram berbasis web pada 14 Juli 2017 lalu karena digunakan untuk konten negatif utamanya terorisme dan dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundangan di Indonesia.
Kementerian sendiri sebelum memblokir telah melayangkan enam kali email ke Telegram untuk menangani konten negatif sejak tahun lalu. Namun sayangnya email tersebut tidak berbalas sehingga diputuskan untuk di blokir.
Pihak telegram yang baru mengetahui email yang dilayangkan usai pemberitaan terkait pemblokiran tersebut menyatakan siap menjalin komunikasi dengan Kementerian Kominfo.
Menteri Kominfo menyambut baik kesiapan Telegram untuk berkomunikasi tersebut. Kementerian menyatakan, normalisasi aplikasi telegram berbasis web menunggu respon perusahaan tersebut dalam memenuhi ketentuan yang ada.
Untuk itu Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin menindaklanjuti hal itu diantaranya kemungkinan dibuatnya 'government channel' (saluran pemerintah) agar komunikasi dengan Kementerian Kominfo lebih cepat dan efisien. Kementerian meminta diberikan otoritas sebagai Trusted Flager terhadap akun atau kanal dalam layanan Telegram.
Selain itu Kementerian juga meminta Telegram untuk membuka kantor perwakilan di Indonesia. Hal ini, menurut Dirjend Aplikasi dan Informatika Samuel A Pangerapan agar lebih memudahkan koordinasi dengan pihaknya terutama dalam penanganan konten negatif termasuk terorisme.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017