Jakarta (Antara Babel) - Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno membantah adanya pertemuan antara dirinya dengan mantan ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan bekas Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi membicarakan "fee" dari perusahaan itu.

"Apakah saudara pernah bertemu dengan Nazaruddin, Anas Urbaningrum, terdakwa di Ritz Carlton karena di sini ada keterangan kira-kira begini dialognya Bahwa PT DGI akan siap memberikan commitment fee 20-22 persen dari real cost kontrak yang diterima PT DGI dan nanti PT DGI akan mendapatkan untung laba dari masing-masing projek minimal 15 persen, apakah pernah?" tanya anggota majelis hakim Sofialdi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

"Nauzubillah min zalik, tidak pernah," jawab Sandiaga Uno selaku mantan Komisaris PT DGI yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Sandiaga bersaksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi yang didakwa telah menguntungkan PT DGI sebesar Rp67,496 miliar dari dua proyek yaitu pembangunan RS khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009 sebesar Rp6,78 miliar dan 2010 sebesar Rp17,998 miliar serta Wisma Atlet dan gedung serba guna Sumatera Selatan tahun 2010-2011 sebesar Rp42,717 miliar.

"Kan apa yang dikatakan Nazaruddin biasa benar, jadi saudara menerangkan bahwa saudara tidak terkait apapun tentang proyek karena posisi saudara hanya komisaris, betul?" tanya hakim Sofialdi.

"Betul," jawab Sandiaga.

Namun Sandiaga yang menjadi komisaris PT DGI pada 2007-2015 itu mengaku mengenal Anas Urbaningrum.

"Saya kenal Anas dari anggota kepemudaan sebelum menjadi anggota DPR karena sama-sama aktif dalam pergerakan kepemudaan," ungkap Sandi.

Ia juga membantah pernah bicara soal bisnis dengan Anas seperti berita acara pemeriksaan (BAP) milik Nazaruddin.

"Beberapa kali bertemu Anas di acara kepemudaan tapi tidak pernah dalam acara bisnis apalagi bicara dalam kapasitas beliau posisi pengambil keputusan," tambah Sandi.

Meski menjadi komisaris, ia mengaku tidak pernah memiliki satu lembar pun saham PT DGI.

"Tidak punya selembar saham pun karena saya menjadi komisaris karena ajakan Prof Subroto selaku mantan menteri era (Presiden) Soeharto, saya diundang sebagai orang yang tahu pasar modal, keuangan dan investasi," ungkap Sandiaga.

Sandiaga baru mengetahui bahwa PT DGI melakukan perbuatan korupsi dalam pembangunan Wisma Atlet Palembang saat manajer marketing PT DGI Mohamad El Idris tertangkap KPK.

"Saya tahu justru dari pemberitaan di media karena saya komisaris hanya dilaporkan secara keseluruhan mengenai proyek, tidak satu per satu. Saat itu ada pemberitaan pertama berkaitan dengan tertangkapnya salah satu manajer PT DGI berkaitan dengan proyek yang ditandatangani PT DGI namanya Muhammad El Idris," tambah Sandiaga.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa PT DGI memberikan "fee" sebesar 15 persen dari nilai kontrak proyek-proyek yang ia tangani berdasarkan kesepakatan dengan Anugerah Grup yang merupakan milik Nazaruddin.

Dudung didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan PT DGI juga sudah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010 yang dilakukan tersangka PT Duta Graha Indah Tb yang telah berubah menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) Tbk berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Sprin.Dik-52/01/07/2017 tanggal 5 Juli 2017 dengan sangkaan yang sama dengan Dudung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017