Teheran, Iran (Antara Babel/Xinhua-OANA) - Para pemimpin Iran pada Kamis (21/9) bereaksi dengan keras terhadap pernyataan anti-Iran yang baru-baru diucapkan oleh Presiden AS Donald Trump, dan mengatakan kata-kata permusuhan semacam itu takkan mengintimidasi Teheran.

Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei mencela pidato "bodoh" Trump di Sidang Majelis Umum PBB pada Selasa (19/9), yang menuduh Teheran "merusak kestabilan" Timur Tengah dan "mendukung teror".

"Pidato bodoh, sangat jelek dan mengerikan oleh Presiden AS, dengan bahasa cowboy dan gangsternya penuh dengan kebohongan nyata dan berpangkal dari kekecewaan serta kemarahan mereka," kata Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Majelis Ahli Iran.

Trump juga menyebut kesepakatan nuklir Iran, yang dicapai selama pemerintahan mantan presiden Barack Obama pada 2015, sebagai "memalukan" buat Amerika Serikat, dan menyatakan ia mungkin takkan mensahkan-kembali kesepakatan tersebut saat tenggatnya, pertengahan Oktober.

Pidato bermusuhan Trump terhadap Iran di PBB tidak membawa kebanggaan apa pun buat Amerika Serikat, kata Khamenei sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi. "Elit Amerika mesti malu memiliki presiden semacam itu," tambah Khamenei.

Kemarahan Washington juga berpangkal dari kegagalannya untuk memajukan agendanya di Asia Barat, tempat Iran telah memainkan peran yang berhasil, bermartabat dan berpengaruh, katanya.

Sehari sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani menepis pidato Trump dan mencapnya "bodoh dan dengki".

"Pidato Trump terhadap Iran bodoh dan dengki, penuh dengan informasi palsu dan tuduhan tanpa dasar," kata Rouhani, saat berpidato dalam Sidang Ke-72 Sidang Majelis Umum PBB pada Rabu.

Rouhani juga kembali menegaskan dukungan Iran bagi kesepakatan nuklir, yang secara resmi dikenal dengan nama Rencana Aksi Menyeluruh Bersama (JCPOA).

Kesepakatan itu adalah hasil dari dua tahun perundingan banyak pihak secara intensif, dan dipuji banyak pihak dari masyarakat internasional serta disahkan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB sebagai bagian dari Resolusi 2231, kata Rouhani.

"JCPOA bukan milik satu atau dua negara. Itu adalah dokumen DK PBB, yang menjadi milik seluruh masyarakat internasional," kata Rouhani. Ia menambahkan Iran akan menanggapi setiap pelanggaran atas JCPOA.

Rouhani mengesampingkan setiap pembicaraan dengan Amerika Serikat mengenai peninjauan kembali lesepakatan nuklir 2015, dan mengatakan Teheran memiliki "bermacam pilihan" jika Washington menarik diri, demikian laporan kantor berita resmi Iran, IRNA.

"Iran tak pernah berusaha, sekarang pun tidak berusaha dan takkan pernah berusaha memiliki senjata nuklir," katanya.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif juga mengecam pernyataan bermusuhan Trump terhadap Iran di Sidang Majelis Umum PBB sebagai "aksi kerdil politik murahan", kata harian Financial Tribune pada Kamis.

"Pernyataannya, terutama saat ia menyebut negara besar Iran, murahan, retorika kosong dan tak berharga untuk ditanggapi," kata Zarif sebagaimana dikutip.

Menteri Luar Negeri Iran tersebut juga mengesampingkan dimulainya kembali perundingan mengenai kesepakatan nuklir Iran.

Iran dan enam negara besar dunia --yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Tiongkok, dan Rusia-- mencapai JCPOA pada Juli 2015. Berdasarkan kesepakatan itu, Iran harus membekukan program senjata nuklirnya sebagai imbalan bagi diredakannya sanksi oleh Amerika Serikat.

Kesepakatan tersebut menetapkan batas bagi kegiatan nuklir Iran dan mengizinkan pemeriksaan rutin atas semua instalasi di dalam wilayah Iran.

Sebagai imbalannya, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mencabut sanksi nuklir mereka terhadap Iran.

Pewarta:

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017