Moskow (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump dan timnya dilaporkan tengah merencanakan penerapan tekanan ekonomi maksimum kepada Iran demi memaksanya kembali ke meja perundingan untuk membahas kesepakatan nuklir baru.
Sebagaimana diwartakan Financial Times, Sabtu, mengutip sumber terkait, tekanan ekonomi tersebut diarahkan untuk menguras habis pendapatan komoditas perminyakan Iran.
Dengan habisnya pendapatan tersebut, Iran tak akan lagi bisa menyalurkan dana baik untuk proksi-proksinya di kawasan maupun mengembangkan senjata nuklir serta berupaya memengaruhi politik kawasan, sebut suratkabar itu.
Pada 2015, Iran beserta Inggris, Jerman, China, Rusia, Amerika Serikat, Prancis, dan Uni Eropa meneken Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), atau dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran.
Kesepakatan ini bertujuan membatasi program pengembangan nuklir di negara tersebut sebagai imbal balik atas pencabutan sanksi terhadap Teheran.
Namun, di bawah Presiden Donald Trump, AS menarik diri dari kesepakatan tersebut dan justru kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran pada 2018. Hal tersebut memicu mungkirnya Iran dari kewajibannya melaksanakan isi kesepakatan.
Sebelumnya, Juru Bicara Badan Energi Atom Iran Behrouz Kamalvandi menyatakan bahwa Teheran siap kembali ke kesepakatan nuklir tersebut, namun ia turut menegaskan pentingnya negosiasi yang serius.
Sumber: Sputnik-OANA
Berita Terkait
IAEA, Iran upayakan serangan Israel tak targetkan fasilitas nuklir
15 November 2024 14:25
Iran bantah terlibat dalam percobaan pembunuhan Trump
9 November 2024 18:48
Hasil pilpres AS "tidak penting" buat Iran
6 November 2024 19:59
Iran ancam Amerika Serikat, Israel dengan "balasan yang menghancurkan"
2 November 2024 20:21
Pentagon: Amerika Serikat tetap siap siaga bela Israel dari Iran
1 November 2024 16:31
DK PBB gelar sidang darurat soal serangan Israel terhadap Iran
29 Oktober 2024 10:00
Israel langgar wilayah udaranya, Irak kirim nota protes ke PBB
28 Oktober 2024 16:26