Yogyakarta (Antara Babel) - Institute International Studies Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berharap DPR dan Pemerintah Republik Indonesia tidak terlalu lama dapat meratifikasi Traktat Larangan Senjata Nuklir.

"Kami berharap traktat itu tidak sekadar ditandatangani namun juga harus segera diratifikasi," kata Peneliti Institute of Internastional Studies (IIS) UGM Muhadi Sugiono di Yogyakarta, Jumat (22/9).

Menurut Muhadi, meski Indonesia melalui Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi telah secara langsung menandatangani Traktat Larangan Senjata Nuklir, namun ratifikasinya di dalam negeri belum tentu berlangsung cepat. 

Proses legislasi di DPR bersama pemerintah akan membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika Undang-Undang (UU) ratifikasinya dianggap tidak berdampak langsung terhadap kepentingan Indonesia. Hal itu seperti yang terjadi pada rencana ratifikasi konvensi larangan bom curah, ujarnya.

"Biasanya UU seperti ini tidak menjadi prioritas, karena soal nuklir dianggap tidak memiliki keterkaitan langsung," katanya.

Padahal, dia menilai, jika dilihat secara lebih mendalam sejatinya ratifikasi itu tetap memiliki keterkaitan dengan Indonesia dari aspek keamanan karena dampaknya secara langsung ke Indonesia, jika bom nuklir diledakkan.

"Kalau mau teliti, semua negara pasti terdampak radiasinya kalau ada perang nuklir di Korea Utara. Ledakan nuklir juga bisa membuat tanaman Indonesia gagal panen dan teradiasi, sehingga keliru kalau dikatakan tidak memiliki kaitan langsung," katanya.

Oleh karena itu, IIS UGM akan terus mendorong agar larangan senjata nuklir dan bom curah bisa secara bersamaan diratifikasi, paling lama pada 2018.

"Saya harap bisa dimasukkan prolegnas dan bisa langsung diratifikasi paling lambat tahun depan bersamaan dengan konvensi larangan bom curah," demikian Muhadi Sugiono.

Pewarta: Luqman Hakim

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017