Pekanbaru (Antaranews Babel) - Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja mengatur pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada semua tempat kerja dimana terdapat tenaga kerja, hubungan kerja atau kegiatan usaha dan sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah Indonesia.

Penerapan K3 tidak hanya bertujuan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja agar terjamin keselamatannya, tetapi juga untuk  mengendalikan resiko terhadap peralatan, aset dan sumber produksi, sehingga dapat dipergunakan secara aman dan efisien agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pengamat pekerjaan infrastruktur dari Universitas Andalas, Ir. Benny Dwika Leonanda, MT., IPM, mengatakan 14 kali kecelakaan kerja pembangunan infrastruktur setahun terakhir di tanah air terjadi sebagai akibat dari kelalaian manusia.

"Kecelakaan tersebut seharusnya tidak terjadi, jika setiap pekerjan konstruksi bisa  diprediksi dari awal, mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, sampai dengan pengoperasian," kata Benny Dwika Leonanda. 

Menurut Beni setiap kegagalan konstruksi jelas mengakibatkan kerugian waktu, material, finansial, korban luka, dan bahkan korban jiwa yang cukup banyak.

Kerugian tersebut, katanya, tentunya akan ditanggung oleh semua pihak yang terkait dengan  pembangunan konstruksi mulai dari pemilik, perusahaan konstruksi, pekerja, penyandang dana, pemerintah bahkan masyarakat.

"Pemerintah harus membuka mata bahwa pekerjaan keinsinyuran sudah harus bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum," katanya.

Naifnya, kata Benny yang juga Ketua Program Studi Program Profesi insinyur Universitas Andalas itu, keberadaan Komite Keselamatan Konstruksi (KKK), yang dibentuk oleh Kementrian PUPR tidak menjawab permasalahan yang ada selama ini.

"KKK tidak berperan, terbukti kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi tetap terjadi setelah Komite ini dibentuk Januari 2018. KKK hanya berperan sebagai pengawas dan bertugas sebagai pemantau, serta mengevaluasi pelaksanaan konstruksi yang diperkirakan memiliki potensi bahaya tinggi serta bertugas menginvestigasi kecelakaan kerja konstruksi dan memberikan masukan kepada kementrian PUPR,"katanya.

Masukan dari KKK hanya bersifat memberikan masukan kepada regulator dalam memberi sanksi administratif kepada pelaksana jasa konstruksi, dan justru tidak terkait dengan kegagalan kontruksi yang terjadi selama ini.  Keberadaan KKK ini justru tidak berperan banyak dalam menghentikan kegagalan konstruksi yang telah terjadi.

Ia memandang bahwa kegagalan konstruksi yang terjadi baru-baru ini disebabkan absennya salah satu fungsi komponen dari pekerjaan konstruksi, yaitu Profesi Insinyur.

"Profesi  Insinyur merupakan faktor penting yang diselenggarakan oleh seorang Insinyur untuk menjaga kualitas konstruksi sesuai dengan standar keinsinyuran dan bertanggung jawab secara intelektual, secara hukum pada tiap pekerjaan keinsinyuran atau infrastruktur,"katanya.

Oleh karena itu, posisi insinyur merupakan bagian yang tidak terlepas para pihak yang berperan dalam pembangunan konstruksi untuk dapat terealisasi seperti pemilik, pengusaha atau perusahaan perencana, pembangun, pengoperasian, perawatan, serta masyarakat pemakai praktik keinsinyuran atau konstruksi.

Akan tetapi posisi insinyur sebagai pengendali kualitas pengerjaan infrastruktur sesuai standar keinsinyuran sampai saat ini belum terbentuk, kendati UU Keinsinyuran telah diterbitkan pada 24 Maret 2014.

Pemerintah sampai kini belum membuat peraturan pendukung yang dapat mewajibkan setiap pekerjaan kontruksi atau praktik keinsinyuran melibatkan Insinyur.  Sementara itu profesi Insinyur belum diatur dalam bentuk dokumen hukum apapun.

"Pada kondisi ini Insinyur Indonesia dan Insinyur asing tidak dapat berperan dalam pembangunan infrastruktur sehingga banyak pembangunan Infrastruktur yang dibangun  pemerintah terancam gagal dan menghasilkan kualitas rendah dan rusak, runtuh, hancur sebelum batas umur pakai konstruksi tersebut", katanya.

Kegagalan pembangunan Infrastruktur bisa diatasi jika pemerintah antara lain Universitas pemegang mandat penyelenggara Program Studi Program Profesi Insinyur (PS PPI) siap menyediakan tenaga-tenaga Insinyur yang dibutuhkan oleh pemerintah.

Mirisnya, keberadaan PS PPI justri tidak mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat, serta pengguna jasa keinsinyuran ditandai dengan minimnya minat pemerintah daerah, praktisi di bidang konstruksi untuk mengembangkan diri dalam dunia profesi yang diselenggarakan oleh PS PPI.
   
Kasus di Riau

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau,  tercatat setiap hari sebanyak 10-15 pengaduan secara umum meliputi kasus K3, tuntutan karyawan terhadap hak-hak  normatif mereka seperti  jam kerja, upah lembur, BPJS Ketenagakerjaan dan lainnya.

Berdasarkan amanah UU no 24 tahun 2011 tentang BPJS, maka perusahaan wajib mendaftarkan karyawan mereka ke BPJS Ketenagakerjaan yang melindungi pekerja dengan empat program yakni Jaminan Kecelakaan Kesehatan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.

Karena itu, Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman menekankan bahwa mengatakan K3 harus diterapkan pada semua lingkungan kerja,  sebab K3 merupakan kunci utama untuk mendorong produktivitas dan kenyamanan dalam bekerja.

"Bidang ketenagakerjaan tak terpisahkan dari pembangunan masyarakat yang mendukung prioritas program tersebut  secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu program pembangunan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan setiap pelaksanaan pembangunan harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja," kata Andi Rachman.

Menurut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau,  kasus Jaminan Kecelakaan Kerja  (JKK ) di Provinsi Riau  tahun 2016 tercatat sebanyak 6.768 dengan klim santunan sebesar Rp43.153.894,754 atau mengalami peningkatan sebanyak 2.914 kasus dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sebanyak 9.682 kasus dengan klim santunan sebesar Rp46.755.847.380.

Peningkatan  jumlah kasus yang dilaporkan tersebut,  menurut Rasidin, lebih karena meningkatnya jumlah perusahaan dan tingginya kesadaran pengusahaan untuk menerapkan K3, serta meningkatnya kesadaran karyawan perusahaan untuk melaporkan K3, bahkan luka tergores saja akibat kerja mereka laporkan.

Selain itu, katanya, Dinas Nakertrans Riau juga gencar melakukan pembinaan pada perusahaan melalui pelatihan  dan pemeriksaan kelapangan, sehingga memicu kepedulian perusahaan melibatkan seorang karyawannya sebagai ahli K3 umum. Untuk mendapatkan lisensi sertifikasi ahli K3 bisa diperoleh dari perusahaan Jasa K3 yang telah mendapatkan SKP dari Menaker RI atau dari Dinas Nakertrans Provinsi Riau.

Namun demikian, katanya, jika ada satu atau lebih perusahaan yang membandel dan tidak peduli dengan K3 sehingga pada kasus ini Dinas Nakertrans Riau menurunkan tim ke lapangan, dan jika perusahaan beroperasional tidak sesuai dengan SOP akan ditindak sesuai dengan prosedur dengan melayangkan nota pertmaa burupa peringatan, jika tidak diindahkan akan ditingkatkan pada nota kedua , berikutnya panggilan pertama dan kedua  selunjutnya baru dilakukan projustisia untuk di BAP oleh Penyidik pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Nakertrans Riau.

Selanjutnya PPNS Dinas Nakertrans Riau akan  berkoordinasi dengan berkoordinasi dengan Koordinator Pengawasa (Korwas) dari Kepolisian untuk menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP).

Ia menyebutkan, kasus K3 yang terjadi di Riau antara lain  bisa terjadi dari faktor Human Eror, faktor alat tidak jalan atau SOP tidak terpenuhi yang menjadi bagian pengawalan Dinas Nakertarans Riau.

"Setiap pekerjaan kontruksi sebelumn dilaksanakan harus terlebih dahulu dilaporkan ke Dinas Nakertrans Riau . Selanjutnya jika semua SOP sudah dipenuhi termasuk peralatannya sudah memenuhi K3, akan tetapi jika masih terjadi kecelakaan kerja  maka itu baru kuasa Tuhan," kata Rasidin didampingi didampingi Emilia Roza, Kepala Seksi K3 Dinas Nakertrans Riau.

Contoh kasus "human eror", adalah meninggalnya seorang pengawas mesin "roller coster" di pusat perbelanjaan Trans Mart Pekanbaru, Riau tahun lalu, adalah sebagai akibat kelalaian pengawas tersebut, yang mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Saat dirinya melakukan pengawasan pada bagian bawah mesin, yang bersangkutan seharusnya melewati tangga untuk kembali naik seperti yang  yang disarankan,  namun yang bersangkutan justru melempoti pagar sehingga kecelakaan menimpa dirinya akibat tergeser rel dan menyebabkannya meninggal.

Untuk kasus ini ada bukti CCTV, katanya dan hak almarhum atas kecelakaan yang terjadi sudah dibayarkan.

Sementara itu contoh pekerjaan pemasangan alat untuk pembangunan konstruksi yang dikawal Dinas Nakertrans Riau adalah saat alat tersebut mau dipasang seperti tower pada gedung baru  mall SKA Pekanbaru  serta kontruksi jalan tol di Pekanbaru, begitu akan dipasang maka harus ada surat keterangan memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja dari Dinas Nakertrans Riau.

Surat keterangan dibutuhkan, apakah perusahaan memenuhi amanah dari sisi keselamatan, juga terkait apakah alat itu sudah layak atau tidak, dan jika alat itu dalam keadaan haus maka perusahaan bertanggungjawab untuk memperbaikinya lebih dulu.

Sedangkan pengujian terhadap alat tersebut dilakukan oleh tenaga spesialis pesawat angkat dan angkut (khusus untuk peralatan angkat dan angkut) berkaitan dengan sejumlah peralatan yang digunakan oleh perusahaan, yang wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian peralatan tiang pancang misalnya.

"Tenaga spesialis ini yang diturunkan ke lapangan melakukan pemeriksaan, dan jika  hasil pemeriksaan menunjukan alat tersebut belum memenuhi kelayakan, bisa saja distop hingga perusahaan melakukan perbaikan. Dan hanya dua hari  maksimal surat keterangan memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja sudah bisa diterbitkan,"kata Rasidin.

Keselamatan kerja berkaitan dengan  penyelamatan nyawa pekerja, yang tidak bisa ditangguhkan, sehingga Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, para Cendikiawan, Perguruan Tinggi, organisasi profesi, asosiasi, pimpinan perusahaan, pekerja, masyarakat lain-lainnya,  melakukan upaya-upaya konkrit terhadap pelaksanaan K3 di lingkungannya masing-masing.

Pewarta: Frislidia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018