Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna Yembise menegaskan komitmen Indonesia sebagai salah satu negara yang berupaya mewujudkan dunia ramah anak.
Hal itu disampaikan Yohanna dalam Fifth Islamic Conference of Ministers in Charge of Childhood dengan tema "Mewujudkan Dunia Ramah Anak" di Rabat, Maroko, Minggu.
Melalui siaran pers yang diterima Antara, Yohanna menyebut Indonesia terus berupaya melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, di antaranya melaksanakan Konvensi Hak Anak melalui program Child Friendly District and City Program (CFC).
Selain itu mengembangkan Strategi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak di tahun 2016, dan melakukan langkah pencegahan melalui Forum Anak Nasional (FAN) di 34 provinsi di Indonesia dan lebih dari 88 persen dari total kabupaten/kota di seluruh Indonesia hingga ke tingkat desa.
"Kami juga membentuk pusat pembelajaran keluarga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, menciptakan sekolah ramah anak di lebih 3.000 sekolah, membentuk pusat kreativitas anak, taman bermain ramah anak, jalur aman ke /dari sekolah, serta mewujudkan kabupaten/kota dan desa ramah anak untuk mencapai Indonesia ramah anak tahun 2030," kata Yohanna.
Ia menambahkan upaya Indonesia memberantas kekerasan anak melalui penyediaan layanan bagi korban kekerasan, dengan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di seluruh provinsi dan 238 kabupaten/kota di Indonesia.
Selain itu, pihaknya bersama lembaga masyarakat, organisasi pengusaha, serikat pekerja/buruh, dan sektor swasta, baik di tingkat nasional maupun lokal dalam menghapuskan pekerja anak.
"Upaya lainnya yaitu memperbaiki sistem pengumpulan data dengan membentuk "Simfoni" untuk memantau kasus dan mengelola data perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak," ucap dia.
Program 3Ends yang jadi andalan KemenPPPA turut dpaparkan pada momen kegiatan itu, yakni upaya KemenPPPA mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, dan kesenjangan ekonomi terhadap perempuan.
"Kami telah mendirikan beberapa proyek percontohan di 136 desa, menerapkan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM) untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak, serta membentuk satuan tugas dan pengawasan masyarakat anti-perdagangan orang dan anti-pornografi,¿ ujar dia.
Dengan berbagai pengalaman ini, dia pun siap memperkuat komitmen dunia dalam memberikan perlindungan maksimal pada anak untuk dapat hidup dan berkembang tanpa dibayangi rasa takut.
Apalagi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, memenuhi hak anak serta melindungi anak dari kekerasan merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
"Diperlukan upaya kolektif lintas sektoral yang melibatkan banyak pihak baik di tingkat global, regional, nasional dan lokal. Sebagai salah satu anggota OKI, Indonesia mengajak semua pihak untuk lebih meningkatkan komitmen bersama dalam melindungi seluruh anak di dunia," demikian Yohana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018