Jakarta (Antaranews Babel) - Pemerintah perlu benar-benar mengatasi permasalahan ketimpangan penguasaan lahan yang masih nyata terjadi di Indonesia, dengan sekelompok kecil warga ternyata dapat menguasai lahan yang sangat luas di tengah-tengah masyarakat.

"Faktanya, ketimpangan lahan memang lebih buruk daripada ketimpangan pendapatan rakyat Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais, di Jakarta, Jumat.

Menurut Hanafi, isu ketimpangan tanah saat ini bergeser substansinya menjadi isu yang bersifat teknis bahkan politis, terutama menyangkut metodologi dan koleksi data.

Karena itu, politisi PAN itu menginginkan agar pemerintah jangan mengaburkan substansi kritik yang sesungguhnya mengenai pesan dan semangat menegakkan reforma agraria.

Reforma agraria yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo bila dilaksanakan tanpa didasari pemahaman yang baik dianggap berpotensi menjadi jebakan menuju kapitalisasi tanah.

"Boleh jadi langkah bagi-bagi sertifikat tanah ini merupakan salah satu tahap pelaksanaan reforma agraria, tetapi bila filosofi reforma agraria tidak dipahami maka dapat menjadi jebakan menuju kapitalisasi tanah," kata Direktur Inagri Syahroni, di Jakarta, Rabu (28/3).

Ia mengatakan, melalui program penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat, maka ada potensi bagi pemodal besar untuk membeli tanah dari petani dan melakukan pemindahan hak kepemilikan secara legal dengan lebih mudah.

Syahroni mencontohkan fenomena yang pernah dilakukan Bank Dunia pada 1994 melalui program Land Administration Project (LAP), akhirnya ternyata tanah dan lahan banyak dimiliki para pemodal besar.

Ia menekankan reforma agraria harus memenuhi prasyarat formal maupun material agar pelaksanaannya dapat dinikmati untuk kemakmuran rakyat.

Kedua, lanjutnya, memastikan lahan yang diberikan berdaya guna melalui skema pembiayaan yang sederhana dan penerapan teknologi tepat guna.

Tercatat berdasarkan data dari Bank Dunia, 74 persen luas tanah di Indonesia dikuasai hanya oleh 0,2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia, termasuk perusahaan asing yang memiliki industri perkebunan skala luas dan pemegang izin usaha pengelolaan kawasan hutan.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018