Jakarta (Antaranews Babel) - Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai gagalnya pembicaraan antara Korea Utara dan Amerika Serikat pada akhir Mei 2018 bisa memunculkan masalah yang lebih besar.
"Pertemuan keduanya bisa menjadi peluang yang bagus, tapi yang saya takutkan adalah ketika pertemuan tersebut tidak memberikan solusi positif di Semenanjung Korea," tutur Dino dalam sebuah seminar di FPCI Jakarta, Selasa sore.
Dia menuturkan, hal yang ditakutkan adalah ketika Korea Utara maupun AS selesai bertemu ternyata tidak memiliki kemauan yang kuat untuk menjalankan hasil pembicaraan serta tidak beritikad untuk menyelesaikan masalah.
Menurut mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat ini, jika hal ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan melakukan tindakan yang keras, dan begitu juga pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un akan melakukan tindakan balasan.
"Dan saya rasa Korea Utara tidak akan dengan mudah menuruti kemauan AS atau negara lain untuk menghentikan program nuklirnya," pungkas Dino.
Terkait dengan rencana pertemuan kedua pemimpin negara pada akhir bulan Mei 2108, Kepala Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM Nur Rachmat Yukiantor memberikan gambaran mengenai apa yang akan disampaikan Presiden Trump maupun Kim Jong-Un.
Melalui pertemuan tersebut, Kim akan menunjukan bahwa pembicaraan tersebut merupakan bagian dari itikad baik Korea Utara kepada AS dan dunia internasional.
"Meski demikian, Korea Utara juga tidak enggan untuk ditekan agar menghentikan program peluru kendali balistik dan senjata nuklirnya," pungkas Rachmat mengutarakan.
Sementara Presiden Trump, katanya melanjutkan, intinya akan meminta Korea Utara untuk lebih "berhati-hati" dengan keputusan pengembangan nuklirnya karena akan berhadapan dengan ancaman serangan militer.
"Itu hanya perkiraan melihat dari kepentingan mereka di kawasan, tapi intinya tetap 'unpredictable'," ujar Rachmat menegaskan.
Situasi di Semenanjung Korea mengalami perkembangan signifikan usai adanya rencana untuk pertemuan tingkat tinggi antar kepala negara kedua Korea dan Korea Utara dengan Amerika Serikat, yang masing-masing akan berlangsung pada akhir bulan April dan akhir bulan Mei.
Pada tahun lalu, pertukaran ancaman dan hujatan antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tahun lalu juga menyebabkan kegelisahan di Semenanjung Korea selain uji rudal nuklir yang dilakukan Korea Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Pertemuan keduanya bisa menjadi peluang yang bagus, tapi yang saya takutkan adalah ketika pertemuan tersebut tidak memberikan solusi positif di Semenanjung Korea," tutur Dino dalam sebuah seminar di FPCI Jakarta, Selasa sore.
Dia menuturkan, hal yang ditakutkan adalah ketika Korea Utara maupun AS selesai bertemu ternyata tidak memiliki kemauan yang kuat untuk menjalankan hasil pembicaraan serta tidak beritikad untuk menyelesaikan masalah.
Menurut mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat ini, jika hal ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan melakukan tindakan yang keras, dan begitu juga pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un akan melakukan tindakan balasan.
"Dan saya rasa Korea Utara tidak akan dengan mudah menuruti kemauan AS atau negara lain untuk menghentikan program nuklirnya," pungkas Dino.
Terkait dengan rencana pertemuan kedua pemimpin negara pada akhir bulan Mei 2108, Kepala Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM Nur Rachmat Yukiantor memberikan gambaran mengenai apa yang akan disampaikan Presiden Trump maupun Kim Jong-Un.
Melalui pertemuan tersebut, Kim akan menunjukan bahwa pembicaraan tersebut merupakan bagian dari itikad baik Korea Utara kepada AS dan dunia internasional.
"Meski demikian, Korea Utara juga tidak enggan untuk ditekan agar menghentikan program peluru kendali balistik dan senjata nuklirnya," pungkas Rachmat mengutarakan.
Sementara Presiden Trump, katanya melanjutkan, intinya akan meminta Korea Utara untuk lebih "berhati-hati" dengan keputusan pengembangan nuklirnya karena akan berhadapan dengan ancaman serangan militer.
"Itu hanya perkiraan melihat dari kepentingan mereka di kawasan, tapi intinya tetap 'unpredictable'," ujar Rachmat menegaskan.
Situasi di Semenanjung Korea mengalami perkembangan signifikan usai adanya rencana untuk pertemuan tingkat tinggi antar kepala negara kedua Korea dan Korea Utara dengan Amerika Serikat, yang masing-masing akan berlangsung pada akhir bulan April dan akhir bulan Mei.
Pada tahun lalu, pertukaran ancaman dan hujatan antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tahun lalu juga menyebabkan kegelisahan di Semenanjung Korea selain uji rudal nuklir yang dilakukan Korea Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018