Jakarta (Antaranews Babel) - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengatakan jurnalis harus tahu dampak dari pemberitaan yang disiarkannya, terutama dampaknya bagi anak-anak.
"Ketika ada televisi yang menayangkan pelaku kejahatan bersama anak-anaknya, anak-anak itu bisa ikut terstigma dosa dari orang tuanya. Apakah kita sebagai jurnalis mau bertanggung jawab?" kata Yadi dalam diskusi yang diadakan Dewan Pers di Jakarta, Kamis.
Yadi mengatakan pemberitaan media yang salah bisa berdampak berbahaya bagi masa depan anak-anak. Pemberitaan media bisa menciptakan anak-anak yang tidak beretika, tidak paham mana yang salah dan benar serta mengalami trauma.
"Wartawan dalam memberitakan, harus mengedepankan ini," tuturnya sambil menunjuk dada seolah merujuk pada hati nurani.
Karena itu, Yadi meminta jurnalis dalam menayangkan berita menghindari untuk menayangkan wajah, identitas dan keluarga anak yang menjadi pelaku, korban atau saksi tindak kejahatan.
Namun, yang masih kerap terjadi, wajah anak yang direkam diburamkan, tetapi nama disebutkan secara jelas atau wawancara dengan orang tua dengan menyiarkan wajah dan identitas yang jelas.
"Karena itu, lebih baik hindari mewawancarai anak, baik korban, teman maupun keluarganya," katanya.
Yadi menjadi salah satu pembicara diskusi publik "Peliputan dan Pemberitaan Media tentang Anak" yang diadakan Dewan Pers. Selain Yadi, pembicara lain adalah Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti dan mantan Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Ketika ada televisi yang menayangkan pelaku kejahatan bersama anak-anaknya, anak-anak itu bisa ikut terstigma dosa dari orang tuanya. Apakah kita sebagai jurnalis mau bertanggung jawab?" kata Yadi dalam diskusi yang diadakan Dewan Pers di Jakarta, Kamis.
Yadi mengatakan pemberitaan media yang salah bisa berdampak berbahaya bagi masa depan anak-anak. Pemberitaan media bisa menciptakan anak-anak yang tidak beretika, tidak paham mana yang salah dan benar serta mengalami trauma.
"Wartawan dalam memberitakan, harus mengedepankan ini," tuturnya sambil menunjuk dada seolah merujuk pada hati nurani.
Karena itu, Yadi meminta jurnalis dalam menayangkan berita menghindari untuk menayangkan wajah, identitas dan keluarga anak yang menjadi pelaku, korban atau saksi tindak kejahatan.
Namun, yang masih kerap terjadi, wajah anak yang direkam diburamkan, tetapi nama disebutkan secara jelas atau wawancara dengan orang tua dengan menyiarkan wajah dan identitas yang jelas.
"Karena itu, lebih baik hindari mewawancarai anak, baik korban, teman maupun keluarganya," katanya.
Yadi menjadi salah satu pembicara diskusi publik "Peliputan dan Pemberitaan Media tentang Anak" yang diadakan Dewan Pers. Selain Yadi, pembicara lain adalah Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti dan mantan Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018