Jakarta (Antaranews Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.

"Penyidik hari ini memeriksa dua orang saksi untuk tersangka Fayakhun Andriadi, anggota DPR RI periode 2014 s.d. 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Dua saksi yang diperiksa itu, yakni Lie Ketty berprofesi sebagai wiraswasta atau pemilik Toko Serba Cantik Melawai dan Hardy Stefanus seorang wiraswasta.

"Terhadap saksi pertama, penyidik memperdalam keterangan saksi dari pemeriksaan sebelumnya terkait dengan aliran dana dari penyedia jasa kepada tersangka yang diduga ditransfer maupun dilakukan penukaran pada money changer atau valas," ucap Febri.

Sementara itu, tehadap saksi kedua, kata Febri, penyidik mendalami terkait dengan kronologis permintaan dana, termasuk pengetahun saksi mengenai aliran dana ke tersangka Fayakhun Andriadi dari Fahmi Darmawansyah yang merupakan terpidana dalam kasus tersebut.

Sebalumnya, dalam penyidikan kasus itu, KPK pada hari Jumat (13-4-2018) baru saja memperpanjang penahanan Fayakhun selama 40 hari dari 17 April s.d. 26 Mei 2018.

KPK telah menetapkan Fayakhun yang merupakan politikus Partai Golkar itu sebagai tersangka pada tanggal 14 Februari 2018.

Fayakhun selaku anggota DPR periode 2014 s.d. 2019 diduga menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.

Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300.000 dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, dia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tetapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.

Fayakhun diduga menerima "fee" atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M. Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.

Fayakhun disangkakan melanggar 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Adhitya SM


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018