Jakarta (Antaranews Babel) - Salah satu trik yang dilakukan oleh pengusaha dalam mengembangkan usahanya lebih tinggi dan lebih luas lagi adalah dengan cara meminjam dana ke perbankan.
Namun, sayangnya hal semacam itu masih jarang ditemukan oleh para nelayan tradisional karena kerap mereka tidak memiliki agunan atau usaha yang mereka lakukan kerap dinilai tidak "bankable" oleh perbankan.
Untuk itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Hali mendorong KKP agar dapat meningkatkan akses perbankan sebagai upaya menambah keuangan dan modal bagi nelayan tradisional.
Abdul Halim mengapresiasi pembentukan LPMUKP (Lembaga Pengelolaan Modal untuk Kelautan dan Perikanan) sebagai unit kerja baru di bawah KKP. Namun, dinilai masih perlu bekerja keras untuk membantu nelayan di Tanah Air.
Menurut dia, sejauh ini kinerja dari LPMUKP masih belum terlihat kinerjanya. Hal itu karena di banyak sentra produksi perikanan masih ada nelayan yang tersangkut dengan tengkulak.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan bahwa distribusi komoditas perikanan di Tanah Air, baik ke domestik maupun global, harus berpihak pada kepentingan nelayan kecil.
Susan Herawati mengingatkan bahwa masalah distribusi dan pasar bukanlah persoalan yang bisa diselesaikan selama 1 atau 2 hari saja.
Menurut Susan, dalam rantai produksi perikanan Nusantara masih kerap ditemukan bahwa pihak yang menguasai modal besar adalah mereka yang menguasai pasar.
Nelayan kecil, katanya, masih menjadi seperti kaum marginal atau terpinggirkan karena mereka tidak memiliki modal yang besar.
Para nelayan tersebut, menurut dia, juga mengalami kebingungan untuk menjual ikan mereka ke pasar yang lebih luas di tingkat global.
Untuk itu, sangatlah penting agar nelayan kecil dapat memiliki akses yang lebih luas ke beragam pendanaan yang ada.
Akses permodalan
Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017, bersama dengan sejumlah perbankan, yaitu BRI dan BNI, telah menjalin kerja sama dalam rangka mempermudah akses permodalan bagi nelayan di berbagai daerah.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, kerja sama itu merupakan sebuah tanda bahwa pemerintah bersama-sama, baik institusi maupun perbankan, yang mendukung dan mendorong sektor kelautan dan perikanan.
Menurut Susi Pudjiastuti, jika kerja sama tersebut diperbanyak dan diperbesar maka berbagai lini yang membutuhkan akan dapat memanfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya.
Kerja sama dengan dengan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) guna mempermudah akses permodalan bagi nelayan ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja dengan Direktur Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BRI Donsuwan Simatupang di Kantor KKP, Jakarta, 25 Agustus 2017.
Perjanjian itu dimaksudkan sebagai dasar pemberian fasilitas layanan perbankan di bidang penangkapan ikan dalam rangka peningkatan usaha nelayan.
Tujuannya untuk mewujudkan edukasi dan layanan perbankan dalam kegiatan penangkapan ikan serta meningkatkan produktivitas kegiatan usaha nelayan.
Menteri Susi mengatakan, kerja sama ini diharapkan dapat memberikan dukungan bagi nelayan untuk mengembangkan fasilitas tangkapan di laut.
Ia juga mengatakan, kesepakatan tersebut bertujuan untuk mempercepat berjalannya program-program KKP, terutama yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengutarakan harapannya agar berbagai bantuan yang telah dikucurkan oleh pemerintah dapat digunakan secara optimal oleh nelayan dalam rangka menjaga pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.
Sjarief Widjaja menuturkan bahwa beragam bantuan yang disalurkan merupakan bukti nyata pemerintah dan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kesejahteraan nelayan.
Asuransi Nelayan
Selain itu, ujar Sjarief, tidak hanya menyentuh satu sisi, seperti bantuan kapal dan alat penangkapan ikan, Pemerintah juga memberikan bantuan permodalan nelayan serta perlindungan nelayan melalui premi asuransi nelayan.
Terkait dengan asuransi, berbagai asosiasi nelayan juga memiliki harapan yang tinggi pada program bantuan pemerintah tersebut.
Misalnya, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara berharap pada Pemerintah Kabupaten Langkat agar dapat memberikan seluruh nelayan tradisional di daerah itu asuransi terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan kerja, dan pembudi daya.
Wakil Ketua DPD HNSI Sumut Nazli di Medan, Rabu (9/5), menyatakan bahwa asuransi tersebut sangat perlu bagi nelayan. Hal ini mengingat situasi saat ini banyaknya terjadi kecelakaan di laut, mengalami sakit, serta bantuan modal untuk meningkatkan pendapatan.
Di Batam, KKP telah mengasuransikan sebanyak 2.504 nelayan Kota Batam demi memberikan jaminan sosial kepada pencari ikan dan keluarganya dalam program Bantuan Premi Asuransi Nelayan.
Kepala Dinas Perikanan Kota Batam Husnaini di Batam, Selasa (8/5), menyatakan sebanyak 2.504 kartu asuransi itu merupakan program BPAN pada tahun 2017 yang didistribusikan pada tahun 2018.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunung Kidul Khairuddin di Gunung Kidul, Minggu (6/5), mengatakan bahwa nelayan Gunung Kidul sebanyak 1.300 orang, hampir semua memiliki asuransi nelayan.
Khairuddin mengatakan bahwa kesadaran nelayan untuk memiliki asuransi keselamatan sangat tinggi. DKP Gunung Kidul juga proaktif mendata nelayan yang belum memiliki asuransi sehingga bisa diusulkan ke KKP.
Sementara itu, di Sulawesi Selatan, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo dilaporkan telah mengasuransikan selama 2017 sebanyak 47.755 nelayan di provinsi tersebut.
Wakil Ketua Jasindo Cabang Makassar Wahyu di Makassar, Rabu (18/4), mengatakan bahwa pihaknya bisa berharap kembali untuk mendapatkan kucuran anggaran dari KKP dalam upaya melayani kebutuhan nelayan yang belum terdaftar asuransi itu.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim juga mengingatkan bahwa pentingnya untuk memperluas jaminan perlindungan terhadap nelayan yang tidak hanya mencakup asuransi jiwa atau karena kecelakaan.
Dengan dilengkapinya asuransi sebagai jaminan bagi nelayan, ditambah lagi akses ke perbankan yang lebih luas, nelayan juga tidak sekadar terlindungi dalam melaut, tetapi juga dapat memiliki opsi untuk melesatkan bisnis sekaligus aspek kesejahteraan keluarganya ke tempat yang lebih tinggi lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Namun, sayangnya hal semacam itu masih jarang ditemukan oleh para nelayan tradisional karena kerap mereka tidak memiliki agunan atau usaha yang mereka lakukan kerap dinilai tidak "bankable" oleh perbankan.
Untuk itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Hali mendorong KKP agar dapat meningkatkan akses perbankan sebagai upaya menambah keuangan dan modal bagi nelayan tradisional.
Abdul Halim mengapresiasi pembentukan LPMUKP (Lembaga Pengelolaan Modal untuk Kelautan dan Perikanan) sebagai unit kerja baru di bawah KKP. Namun, dinilai masih perlu bekerja keras untuk membantu nelayan di Tanah Air.
Menurut dia, sejauh ini kinerja dari LPMUKP masih belum terlihat kinerjanya. Hal itu karena di banyak sentra produksi perikanan masih ada nelayan yang tersangkut dengan tengkulak.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan bahwa distribusi komoditas perikanan di Tanah Air, baik ke domestik maupun global, harus berpihak pada kepentingan nelayan kecil.
Susan Herawati mengingatkan bahwa masalah distribusi dan pasar bukanlah persoalan yang bisa diselesaikan selama 1 atau 2 hari saja.
Menurut Susan, dalam rantai produksi perikanan Nusantara masih kerap ditemukan bahwa pihak yang menguasai modal besar adalah mereka yang menguasai pasar.
Nelayan kecil, katanya, masih menjadi seperti kaum marginal atau terpinggirkan karena mereka tidak memiliki modal yang besar.
Para nelayan tersebut, menurut dia, juga mengalami kebingungan untuk menjual ikan mereka ke pasar yang lebih luas di tingkat global.
Untuk itu, sangatlah penting agar nelayan kecil dapat memiliki akses yang lebih luas ke beragam pendanaan yang ada.
Akses permodalan
Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017, bersama dengan sejumlah perbankan, yaitu BRI dan BNI, telah menjalin kerja sama dalam rangka mempermudah akses permodalan bagi nelayan di berbagai daerah.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, kerja sama itu merupakan sebuah tanda bahwa pemerintah bersama-sama, baik institusi maupun perbankan, yang mendukung dan mendorong sektor kelautan dan perikanan.
Menurut Susi Pudjiastuti, jika kerja sama tersebut diperbanyak dan diperbesar maka berbagai lini yang membutuhkan akan dapat memanfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya.
Kerja sama dengan dengan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) guna mempermudah akses permodalan bagi nelayan ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja dengan Direktur Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BRI Donsuwan Simatupang di Kantor KKP, Jakarta, 25 Agustus 2017.
Perjanjian itu dimaksudkan sebagai dasar pemberian fasilitas layanan perbankan di bidang penangkapan ikan dalam rangka peningkatan usaha nelayan.
Tujuannya untuk mewujudkan edukasi dan layanan perbankan dalam kegiatan penangkapan ikan serta meningkatkan produktivitas kegiatan usaha nelayan.
Menteri Susi mengatakan, kerja sama ini diharapkan dapat memberikan dukungan bagi nelayan untuk mengembangkan fasilitas tangkapan di laut.
Ia juga mengatakan, kesepakatan tersebut bertujuan untuk mempercepat berjalannya program-program KKP, terutama yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengutarakan harapannya agar berbagai bantuan yang telah dikucurkan oleh pemerintah dapat digunakan secara optimal oleh nelayan dalam rangka menjaga pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.
Sjarief Widjaja menuturkan bahwa beragam bantuan yang disalurkan merupakan bukti nyata pemerintah dan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kesejahteraan nelayan.
Asuransi Nelayan
Selain itu, ujar Sjarief, tidak hanya menyentuh satu sisi, seperti bantuan kapal dan alat penangkapan ikan, Pemerintah juga memberikan bantuan permodalan nelayan serta perlindungan nelayan melalui premi asuransi nelayan.
Terkait dengan asuransi, berbagai asosiasi nelayan juga memiliki harapan yang tinggi pada program bantuan pemerintah tersebut.
Misalnya, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara berharap pada Pemerintah Kabupaten Langkat agar dapat memberikan seluruh nelayan tradisional di daerah itu asuransi terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan kerja, dan pembudi daya.
Wakil Ketua DPD HNSI Sumut Nazli di Medan, Rabu (9/5), menyatakan bahwa asuransi tersebut sangat perlu bagi nelayan. Hal ini mengingat situasi saat ini banyaknya terjadi kecelakaan di laut, mengalami sakit, serta bantuan modal untuk meningkatkan pendapatan.
Di Batam, KKP telah mengasuransikan sebanyak 2.504 nelayan Kota Batam demi memberikan jaminan sosial kepada pencari ikan dan keluarganya dalam program Bantuan Premi Asuransi Nelayan.
Kepala Dinas Perikanan Kota Batam Husnaini di Batam, Selasa (8/5), menyatakan sebanyak 2.504 kartu asuransi itu merupakan program BPAN pada tahun 2017 yang didistribusikan pada tahun 2018.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunung Kidul Khairuddin di Gunung Kidul, Minggu (6/5), mengatakan bahwa nelayan Gunung Kidul sebanyak 1.300 orang, hampir semua memiliki asuransi nelayan.
Khairuddin mengatakan bahwa kesadaran nelayan untuk memiliki asuransi keselamatan sangat tinggi. DKP Gunung Kidul juga proaktif mendata nelayan yang belum memiliki asuransi sehingga bisa diusulkan ke KKP.
Sementara itu, di Sulawesi Selatan, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo dilaporkan telah mengasuransikan selama 2017 sebanyak 47.755 nelayan di provinsi tersebut.
Wakil Ketua Jasindo Cabang Makassar Wahyu di Makassar, Rabu (18/4), mengatakan bahwa pihaknya bisa berharap kembali untuk mendapatkan kucuran anggaran dari KKP dalam upaya melayani kebutuhan nelayan yang belum terdaftar asuransi itu.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim juga mengingatkan bahwa pentingnya untuk memperluas jaminan perlindungan terhadap nelayan yang tidak hanya mencakup asuransi jiwa atau karena kecelakaan.
Dengan dilengkapinya asuransi sebagai jaminan bagi nelayan, ditambah lagi akses ke perbankan yang lebih luas, nelayan juga tidak sekadar terlindungi dalam melaut, tetapi juga dapat memiliki opsi untuk melesatkan bisnis sekaligus aspek kesejahteraan keluarganya ke tempat yang lebih tinggi lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018