Jakarta (Antaranews Babel) - Ada yang unik dalam aktivitas politisi dalam Ramadhan 2018, Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, juga Ketua Umum Golkar mengucapkan selamat bulan puasa dengan membaca puisi sufi terkenal Rabi’ah Adawiyyah.
Video Airlangga membaca puisi ini beredar viral di aneka WA grup. Bahkan di Youtube, video ini dalam waktu 3 hari sudah ditonton oleh lebih dari 100 ribu.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia yang juga dikenal sebagai penggagas puisi esai, Denny JA dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin, mengatakan, puisi Rabi’ah sangat dikenal karena mengembangkan cinta yang tulus kepada Allah, tanpa perhitungan surga dan neraka. Rabi'ah hidup di tahun 700-an Masehi, sekitar 1300 tahun yang lalu, di Kota Basrah, Irak saat ini.
Karena keistimewaannya, Adawiyah disebut sebagai Ibu Sufi Besar atau The Mother of Grand Master. Kisah hidup dan puisinya menarik banyak peneliti, termasuk akademisi barat: Margareth Smith.
Cuplikan puisi Rabi'ah yang dikutip Airlangga Hartarto: Jika aku menyembahMU karena inginkan surga, tutuplah pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMU karena takutkan api neraka, cemplungkanlah aku ke dalam api neraka. Tapi jika aku menyembaMu karena cintaku padaMU, janganlah KAU tolak cintaku.
Menurut Denny JA, puisi itu merupakan gejala publik yang rindu pemimpin menyitir puisi. Ruang publik Indonesia terlalu dipenuhi soal konflik politik atau tabel ekonomi.
Oleh karena itu, perlu lebih banyak puisi agar percakapan di ruang publik lebih filosofis, lebih mengajak renungan. "Bulan puasa sangat sesuai bagi para pemimpin untuk ikut membaca puisi," katanya.
Denny JA menambahkan, di era awal kemerdekaan, !Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir sangat sering mengutip puisi dalam pidatonya. Bahkan Mohamad Yamin sendiri juga seorang penyair. Di tingkat dunia pemimpin Amerika Serikat John F Kennedy dan pemimpin Inggris Winston Churchill juga gemar mencitir puisi. Bahkan pemimpin China Mao Tse Tung juga menulis puisi.
"Publik merindukan lebih banyak pemimpin membaca puisi. Itu sebabnya mengapa video Airlangga Hartarto membaca puisi Ramadhan menjadi viral," demikian Denny JA.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Video Airlangga membaca puisi ini beredar viral di aneka WA grup. Bahkan di Youtube, video ini dalam waktu 3 hari sudah ditonton oleh lebih dari 100 ribu.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia yang juga dikenal sebagai penggagas puisi esai, Denny JA dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin, mengatakan, puisi Rabi’ah sangat dikenal karena mengembangkan cinta yang tulus kepada Allah, tanpa perhitungan surga dan neraka. Rabi'ah hidup di tahun 700-an Masehi, sekitar 1300 tahun yang lalu, di Kota Basrah, Irak saat ini.
Karena keistimewaannya, Adawiyah disebut sebagai Ibu Sufi Besar atau The Mother of Grand Master. Kisah hidup dan puisinya menarik banyak peneliti, termasuk akademisi barat: Margareth Smith.
Cuplikan puisi Rabi'ah yang dikutip Airlangga Hartarto: Jika aku menyembahMU karena inginkan surga, tutuplah pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMU karena takutkan api neraka, cemplungkanlah aku ke dalam api neraka. Tapi jika aku menyembaMu karena cintaku padaMU, janganlah KAU tolak cintaku.
Menurut Denny JA, puisi itu merupakan gejala publik yang rindu pemimpin menyitir puisi. Ruang publik Indonesia terlalu dipenuhi soal konflik politik atau tabel ekonomi.
Oleh karena itu, perlu lebih banyak puisi agar percakapan di ruang publik lebih filosofis, lebih mengajak renungan. "Bulan puasa sangat sesuai bagi para pemimpin untuk ikut membaca puisi," katanya.
Denny JA menambahkan, di era awal kemerdekaan, !Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir sangat sering mengutip puisi dalam pidatonya. Bahkan Mohamad Yamin sendiri juga seorang penyair. Di tingkat dunia pemimpin Amerika Serikat John F Kennedy dan pemimpin Inggris Winston Churchill juga gemar mencitir puisi. Bahkan pemimpin China Mao Tse Tung juga menulis puisi.
"Publik merindukan lebih banyak pemimpin membaca puisi. Itu sebabnya mengapa video Airlangga Hartarto membaca puisi Ramadhan menjadi viral," demikian Denny JA.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018