Jakarta (Antaranews Babel) - Anggota Komisi DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin memilih irit bicara seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-elektronik/KTP-el).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Aziz sebagai saksi untuk tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.

"Saya datang untuk menghormati panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Semuanya apa yang ditanyakan sudah saya sampaikan," kata Aziz, di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Saat dikonfirmasi seputar pemeriksaannya kali ini termasuk apakah mengenal dua tersangka itu, Aziz enggan berkomentar lebih lanjut.

"Sudah saya sampaikan ke penyidik," ujar Aziz.

Ia hanya mengetahui bahwa Irvanto merupakan salah satu pengurus Partai Golkar.

"Pak Irvanto kan pengurus Golkar," kata dia.

Ia pun tidak mengetahui jabatan yang dipegang Irvanto dalam partai berlambang pohon beringin itu.

"Waduh saya tidak hafal jabatannya apa, saya tidak hafal," kata Aziz.

Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto dan Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto, telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-el pada 28 Februari 2018 lalu.

Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.

Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.

Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.

Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.

Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el.

Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018