Jakarta (Antaranews Babel) - Bekas Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dijanjikan "fee" sebesar 6 juta dolar AS dari proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo pada sekitar 2015 mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah perusahaan CHina Yakni CHEC Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat 'fee' sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.
"Fee yang dimaksud rencananya terdakwa akan bagikan kepada beberapa pihak," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald F Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Pembagian fee tersebut adalah
1. Kotjo sendiri sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
2. Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
3. Andreas Rinaldi sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
4. CEO PT BNR Ltd Rickard Philip Cecile sebear 12 persen atau sekitar 3,125 juta dolar AS
5. Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
6. Chairman BNR Ltd Intekhab Khan sebsar 4 persen atau sekitara 1 juta dolar AS
7. DIrektur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
8. Pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5 juta dolar AS atau sekitar 875 ribu dolar AS.
Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang lalu mengajukan permohonan proyek itu kepada PLN pada 1 Oktober 2015 mengeai permohonan pengajuan proyek IPP PLTU Mulut Tambang 2 x 300 MW di Peranap, Indragiri Hulu, Riau yang memohon agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN
Namun karena setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan maka Kotjo menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT PLN.
"Atas permintaan terdakwa, di ruang kerja Ketua Fraksi Golkar DPR, Setya Novanto memperkenalkan terdakwa dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR. Pada kesempatan itu Setnov menyampaikan ekpada Eni agar membantu terawka dalam proyke PLTU itu dan terdakwa akan memberikan 'fee' yang kemudian disanggupi oleh Eni Maulani," kata jaksa Ronald.
Namun setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP Elektronik, Eni Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 kepada Idrus Marham agar Eni tetap diperhatikan Kotjo karena Idrus merupakan Plt Ketua Umum Golkar saat itu.
Fee yang diberikan oleh Kotjo kepada Eni pun hanya berjumlah Rp4,75 miliar secara bertahap agar Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Uang sebesar Rp4 miliar diberikan kepada Eni Maulani melalui Tahta Maharaya di kantor Kotjo pada 18 Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar dan pada 14 Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar; selanjutnya pada 8 Juni 2018 sejumlah Rp250 juta dan pada 13 Juli 2018 sejumlah Rp500 juta.
Atas perbuatannya, Kotjo disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan itu, Kotjo tidak mengajukan keberatan (eksepsi).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo pada sekitar 2015 mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah perusahaan CHina Yakni CHEC Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat 'fee' sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.
"Fee yang dimaksud rencananya terdakwa akan bagikan kepada beberapa pihak," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald F Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Pembagian fee tersebut adalah
1. Kotjo sendiri sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
2. Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
3. Andreas Rinaldi sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS
4. CEO PT BNR Ltd Rickard Philip Cecile sebear 12 persen atau sekitar 3,125 juta dolar AS
5. Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
6. Chairman BNR Ltd Intekhab Khan sebsar 4 persen atau sekitara 1 juta dolar AS
7. DIrektur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS
8. Pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5 juta dolar AS atau sekitar 875 ribu dolar AS.
Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang lalu mengajukan permohonan proyek itu kepada PLN pada 1 Oktober 2015 mengeai permohonan pengajuan proyek IPP PLTU Mulut Tambang 2 x 300 MW di Peranap, Indragiri Hulu, Riau yang memohon agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN
Namun karena setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan maka Kotjo menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT PLN.
"Atas permintaan terdakwa, di ruang kerja Ketua Fraksi Golkar DPR, Setya Novanto memperkenalkan terdakwa dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR. Pada kesempatan itu Setnov menyampaikan ekpada Eni agar membantu terawka dalam proyke PLTU itu dan terdakwa akan memberikan 'fee' yang kemudian disanggupi oleh Eni Maulani," kata jaksa Ronald.
Namun setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP Elektronik, Eni Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 kepada Idrus Marham agar Eni tetap diperhatikan Kotjo karena Idrus merupakan Plt Ketua Umum Golkar saat itu.
Fee yang diberikan oleh Kotjo kepada Eni pun hanya berjumlah Rp4,75 miliar secara bertahap agar Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Uang sebesar Rp4 miliar diberikan kepada Eni Maulani melalui Tahta Maharaya di kantor Kotjo pada 18 Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar dan pada 14 Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar; selanjutnya pada 8 Juni 2018 sejumlah Rp250 juta dan pada 13 Juli 2018 sejumlah Rp500 juta.
Atas perbuatannya, Kotjo disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan itu, Kotjo tidak mengajukan keberatan (eksepsi).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018