Jakarta (ANTARA) - Dalam waktu kurang dari 3 bulan lagi, tepatnya pada 20 Oktober 2019, pasangan Joko Widodo-Maruf Amin akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2019-2024. Desas desus mengenai nama-nama yang akan mengisi jajaran menteri dalam Kabinet Kerja jilid II terus santer terdengar.
Salah satu kabar yang turut menjadi sorotan ialah terkait gagasan Jokowi untuk menggandeng menteri muda dalam kabinet pemerintahannya. Sebenarnya belum ada informasi lebih lanjut terkait kabar ini, tapi partai-partai politik telah menyatakan siap jika harus memberikan nama-nama kader mudanya sebagai bakal calon menteri.
Kita punya banyak anak muda yang berbakat di berbagai bidang lingkungan, hukum, dan ekonomi. Kalau Pak Jokowi melihat ada kriteria yang cocok, kita berkomunikasi. Tapi kami tidak dalam posisi aktif menyodorkan dalam kabinetnya, kata Grace Natalie, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), ketika di sela acara Visi Indonesia yang berlangsung Minggu (14/7/2019).
Selain PSI, partai lainnya yang juga turut menyiapkan nama kader mudanya jika diminta ialah partai Perindo. Pada periode kali ini, Perindo tidak berhasil lolos parlemen pada Pemilu 2019. Namun, Ahmad Rofiq selaku Sekretaris Jenderal Perindo mengatakan apabila Presiden Jokowi meminta nama kader dari Perindo, maka partai akan mengajukan nama Angela Tanoesoedibjo.
Memang ketika menyampaikan gagasan ini, Jokowi menuturkan bahwa menteri muda bisa datang dari partai atau pun dari kalangan profesional. Bahkan, berdasarkan gagasan terbaru, anggota kabinet Kerja II diusulkan banyak kalangan dengan porsi 50:50 atau 60:40 dari kalangan profesional dan partai politik.
Terkait hal ini, para pengamat, politisi, bahkan akademisi bersama-sama menekankan bahwa menteri muda yang dimaksud ini semestinya bukan hanya mengenai perkara usia.
Menurut pandangan Meutya Hafid, seorang politisi asal Golkar, setiap orang yang cakap dan kredibel akan mampu menempati posisi menteri muda. Asalkan orang tersebut memiliki semangat dan mampu mengikuti isu-isu generasi muda.
Selain itu, Noer Fadjrieansyah selaku Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNIP) juga mengungkapkan bahwa generasi muda yang dipilih haruslah dilihat latar belakang serta pengalamannya dalam memimpin suatu organisasi besar. Sebab, katanya lagi, pintar saja bukanlah suatu hal yang cukup, tetapi juga harus terbukti melakukan aksi nyata.
Senada dengan kedua pandangan tersebut, Rusdi J Abbas selaku akademisi dari Universitas Pertamina Jakarta juga menuturkan bahwa usia bukanlah suatu persoalan, melainkan persoalan sebenarnya ialah kinerja dari seseorang tersebut.
Menteri muda atau tidak itu bukan menjadi soal jika dikaitkan dengan periode kedua Jokowi. Sebenarnya Jokowi hanya punya satu kepentingan yang harus dijaga, yaitu kinerja dia, kata Abbas.
Pemerintah perlu memperhatikan serta mempertimbangkan secara matang dari segala aspek mengenai gagasan menteri muda ini. Sebab di periode kedua pemerintahannya, Presiden Jokowi harus melanjutkan serta meningkatkan kinerjanya, sehingga Pemerintah tidak bisa lagi mencoba-coba atau melakukan trial and error. Terlebih lagi, segala keputusan atau pun kebijakan yang akan ditetapkan saat ini pasti akan memberikan dampak bagi Pemerintah itu sendiri di masa depan, sekecil apa pun itu tindakannya.
Terkait gagasan menteri muda, banyak kabar yang beredar bahwa beberapa pengusaha muda akan menjadi calon kandidatnya. Bahkan setiap pengusaha muda yang diundang ke Istana Presiden selalu diduga sebagai bakal calon menteri muda.
Padahal, Presiden sendiri juga belum memberikan pernyataan resmi bahwa akan mengangkat menteri muda dari kalangan pengusaha. Selain itu, tidak semua individu yang mampu berhasil di satu bidang, dapat mengulang keberhasilan itu di bidang lainnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru tidak ingin anak muda Indonesia yang sukses dalam berbisnis dan berhasil mendirikan usaha rintisan (start up business) didorong untuk masuk ke pemerintahan menjadi menteri.
"Kalau menteri itu banyak orang mau, kalau menjadi enterpreneur tidak banyak. Jadi justru anak-anak muda yang sukses di bisnis jangan didorong jadi birokrat di pemerintah," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Wapres JK mencontohkan salah satu anak muda yang berhasil dalam dunia bisnis ialah Nadiem Anwar Makarim, pendiri dan CEO PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau lebih dikenal dengan Go-Jek.
Nadiem dinilai lebih dibutuhkan untuk bergerak di bidang bisnis. Selain itu, Nadiem juga belum tentu memiliki kemampuan birokrat apabila masuk ke pemerintahan.
"Bukan berarti orang yang baik di satu bidang, itu bisa menguasai bidang lain. Menurut saya generasi muda seperti dia, justru dibutuhkan di bisnis karena tidak mudah mencari orang seperti Nadiem yang bisa bagus di Indonesia dan bagus di luar negeri," katanya.
Senada dengan yang telah dikemukakan oleh Wakil Presiden JK, Indra Kusumawardhana yang juga akademisi dari Universitas Pertamina menuturkan bahwa memimpin kementerian tidak hanya bisa dalam konteks berbisnis saja.
"Kepemimpinan seorang menteri itu bukan hanya dalam konteks dunia bisnis saja. Beberapa calon-calon dari desas-desus tersebut mungkin orang-orang yang sudah luar biasa teruji di dunia bisnis. Tapi seorang menteri itu juga harus bisa memainkan fungsi sebagai pejabat politik, kata Indra.
Terlepas dari hal-hal di atas, saat ini seluruh pihak hanya mampu menunggu kepastian serta informasi selanjutnya dari Presiden Joko Widodo. Karena pada dasarnya segala keputusan mengenai jajaran kementerian, termasuk menteri muda di dalamnya, murni merupakan hak prerogatif milik Presiden. Karena itu, siapa pun nanti nama-nama yang disarankan oleh berbagai pihak untuk diajukan sebagai menteri, hanya Presiden lah yang dapat menentukan siapa saja yang akan membantunya dalam menjalankan Pemerintahan selama 5 tahun ke depan.
Untuk itu, layak kita tunggu Jokowi dalam menentukan nama-nama para menterinya, jika dipilih ada menteri muda semoga tidak ada trial and error atau coba-coba dalam menentukan menteri muda di Kabinet Kerja periode kedua ini.