Jakarta (ANTARA) - Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menangkap tujuh orang atas berbagai peranannya dalam industri rumahan (home industry) tembakau gorila jaringan lintas provinsi.
"Ini pengungkapan home industry tembakau sintetis yang merupakan jaringan antar provinsi, biasa kita kenal sebagai tembakau gorila," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Gedung Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, Senin.
Penangkapan terhadap ketujuh tersangka ini berawal dari pengungkapan terhadap percobaan pengiriman tembakau gorila lewat jasa ekspedisi menuju Ambon.
Yusri mengatakan sindikat ini dikendalikan oleh seorang narapidana yang masih menjalani hukuman di salah satu Lapas di Jakarta. Pengendali tersebut diketahui berinisial V, namun tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kasus yang menjerat V.
Adapun tujuh tersangka tersebut dengan peranannya yakni HA sebagai kurir, kemudian tersanga M, NPS, RWS, dan EA sebagai pengedar.
Tersangka keenam adalah seorang perempuan berinisial EM yang berperan sebagai peracik tembakau gorila dan tersangka ketujuh adalah V yang berada di dalam lapas.
Sindikat ini juga sebagian besar tidak saling mengenal satu sama lain dengan harapan mempersulit petugas untuk melakukan pelacakan.
Berdasarkan pemeriksaan kepada seluruh tersangka, diketahui bahwa tersangka EM bisa meracik tembakau gorila berdasarkan arahan dari tersangka V.
Pemeriksaan terhadap tersangka yang berperan sebagai pengedar juga menemukan bahwa sindikat ini selalu memasarkan barang haram tersebut melalui media sosial.
Dalam pengungkapan tersebut polisi turut menyita tembakau gorila siap edar seberat 5,5 kilogram serta sejumlah bahan pembuat tembakau gorila.
Tembakau gorila tersebut juga dinilai sangat meresahkan masyarakat karena harga jualnya yang sangat murah yakni Rp450 ribu per 5 gram, namun dampaknya terhadap penggunanya sangat berbahaya.
Akibat perbuatannya, seluruh tersangka ini kini mendekam di balik jeruji besi dan dijerat Pasal 114 subsider 113 dan atau subsider 112 juncto 132 ayat 1 UU no. 35 tahun 2009 dengan ancaman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.