Jakarta (Antara Babel) - Layaknya burung yang identik berkicau ketika sinar matahari mulai menembus celah-celah rerimbunan pohon di pagi hari, kini ada tren kicauan burung yang akan bersautan ketika polemik drama politik sudah dimainkan.
Kicauan burung tersebut berasal dari dunia maya, tidak bersuara namun meninggalkan makna dan cerita, hal tersebut biasa disebut "Twitter" dengan tanda pagar (Tagar atau #). Tidak hanya artinya berkicau, namun lambangnya pun digambarkan sebagai burung yang berwarna biru.
Terakhir, tuah dari kicauan burung dari twitter dalam drama politik dengan tagar SaveHajiLulung mampu menembus pembicaraan terpopuler dunia.
Wakil Ketua DPRD Jakarta Abraham Lunggana bahkan mengapresiasi partisipasi politik masyarakat yang ikut serta aktif berpendapat dan mengawal isu melalui media sosial walau ia tidak mengetahui apa itu Twitter.
"Saya tidak punya akun Twitter dan saya tidak paham media sosial, namun saya mengapresiasi partisipasi masyarakat yang berani berpendapat walau melalui media sosial," kata Abraham Lunggana ketika hadir dalam diskusi politik di salah satu hotel kawasan Jakarta.
Pria yang akrab disapa Haji Lulung tersebut terkejut dan tidak menyangka bahwa tagar #savehajilulung mampu menjadi pembicaraan terpopuler di Indonesia bahkan dunia.
"Setidaknya saya jadi terkenal dan mudah-mudahan mampu mewakili isu kisruh DPRD-Gubernur DKI hingga terjadi keputusan penyelesaian yang bijak," tuturnya.
Sebelumnya, konflik antara Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD tentang RAPBD 2015 yang tidak berhasil dituntaskan di dalam rapat Kamis (5/3), menimbulkan tren baru di media sosial Twitter dengan tagar SaveHajiLulung.
Sejak Kamis (5/3) malam, #SaveHajiLulung bergulir dan berhasil menjadi trending topic di Indonesia bahkan di dunia.
Berbeda dengan #SaveAhok, tagar tentang Wakil Ketua DPRD Jakarta Haji Lulung berisi tentang ejekan satir.
"Haji lulung mau beli UPS malah kebeli USB," cuit salah satu pengguna Twitter yang mengolok-olok Haji Lulung sering salah sebut UPS menjadi USB.
Sebagian besar netizen yang menggunakan tagar SaveHajiLulung menganggap ini sebagai jurus berjenaka di Twitter.
Popularitas #SaveHajiLulung terus melesat dan menjadi lebih populer daripada topik pembahasan tentang Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Berdasarkan analisa tweet yang beredar di media sosial Twitter, #SaveHajiLulung jauh melampaui jumlah tweet harian tentang Jokowi dan Ahok sejak 5 Maret 2015.
Laman analisa tweet Topsy.com mencatat #SaveHajiLulung bergulir sejak Kamis (5/3) malam.
Berbeda dengan #SaveAhok, tagar tentang Wakil Ketua DPRD Jakarta tersebut berisi tentang ejekan satir.
Puncak volume tweet #SaveHajiLulung terjadi pada 6 Maret dengan total 138.900 tweet sehari. Sehari berikutnya, meskipun jumlah kicauan menurun drastis ke 81.817, #SaveHajiLulung tetap lebih populer daripada Jokowi dan Ahok.
Melihat grafik jumlah tweet periode 6 Februari--8 Maret, total kicauan tentang Jokowi sejumlah 1.434.807, Ahok 809.513, dan #SaveHajiLulung 245.167.
Berdasarkan puncak jumlah tweet masing-masing topik, kicauan terbanyak tentang Jokowi terjadi tanggal 18 Februari ketika Presiden Jokowi batalkan pelantikan Budi Gunawan dan mengangkat Badrodin Haiti sebagai Kapolri yang baru (119.379 tweet).
Sementara puncak topik Ahok adalah pada 27 Februari dengan total kicauan 78.915, ketika Gubernur DKI Jakarta itu mulai mengungkapkan dugaan "dana siluman" RAPBD Jakarta 2015.
Dua puncak ini tetap tidak sanggup melampaui popularitas #SaveHajiLulung yang mencapai 138.900 tweet pada 6 Maret.
Siklus dan Dinamika
Kicauan bertanda pagar tentang isu politik tersebut, seakan mengikuti aktor-aktor yang menjadi "pemeran utama" di media-media nasional. Dimulai dari isu calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan, penangkapan Bambang Widjojanto, Abraham Samad, APBD Ahok hingga kebijakan Presiden Joko Widodo.
#JokowiKita, #SaveKPK, #savePolri, #SaveAhok, #savehajilulung, #SaveIndonesia dan tagar lainnya seakan seperti sebuah liga, di mana yang berada pada posisi atas akan saling bergantian tergantung dari opini publik yang beredar di media.
Seperti, kasus penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, Jumat (23/1) mendapat respon dari Netizen melalui hashtag #SaveKPK di jejaring sosial Twitter.
Tagar #SaveKPK menempati posisi puncak trending topic Twitter Indonesia, dengan 23.300 kicauan. Bahkan tanda pagar ini masuk deretan trending topic dunia.
Kicauan yang paling banyak diserukan pada waktu itu adalah dukungan kepada KPK. Inilah sejumlah reaksi netizen terhadap penangkapan Bambang Widjojanto yang membuat kicauan "liga politik" menempatkan #saveKPK menjadi posisi tertinggi, sebelum tergeser oleh kicauan lainnya.
Berlanjut ke isu lainnya, perselisihan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta terkait anggaran tahun 2015 mengalahkan konflik yang terjadi beberapa waktu lalu antara KPK dan Polri di jagat Twitter.
Analis data Iwan Setyawan dalam akun Twitternya menyebutkan bahwa tanda pagar Save Ahok memiliki 79.467 kicauan, sementara #SaveKPK hanya 56.798 kicauan.
"Baru tahu, #SaveAhok lebih bergaung daripada #SaveKPK selama 30 hari ke belakang! - #SaveAhok : 79,467 tweets - #SaveKPK : 56,798 tweets," tulis pemilik akun @Iwan9S10A ini, Minggu (1/3), pukul 12.21 WIB.
Sebelumnya, penulis buku 9 Summers 10 Autumns ini juga menuliskan bahwa perbincangan tentang Ahok tersebut telah melejit di Twitter.
"Perbicangan ttg Pak Ahok semakin ramai, dan sudah mencapai 73 ribu dalam 24 jam terakhir! #SaveAhok sendiri sudah mencapai 24 ribu!," tulisnya.
Bahkan, dari data hasil analisis Topsy yang ia unggah di akun Twitter-nya, untuk pertama kalinya perbincangan tentang Guburnur DKI Jakarta mengalahkan presiden Joko Widodo.
"Wah, perbincangan ttg Pak Ahok melejit di Twitter. Bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan Pak Jokowi :)," kicaunya.
Disinilah, posisi #saveAhok telah mengalahkan dominasi puncak kicauan liga politik #saveKPK pada waktu itu.
Peran Media
Media mempunyai kekuatan dalam membentuk karakter orang, asalkan pribadi tersebut menguasai seluk-beluk dan memaksimalkan sisi positf media massa, hal tersebut diungkapkan oleh pemimpin redaksi The Jakarta Post Medyatama Suryodiningrat.
"Sebutlah Jokowi, dia merupakan sosok yang terlahir dari produk pencitraan yang rapi dan berproses tidak cepat. Namun, cukup efektif untuk menjadikannya sebagai simbol masyarakat," kata pemimpin redaksi yang akrab dipanggil dengan Dimas tersebut.
Hal tersebut merupakan salah satu contoh tokoh yang sukses dibentuk melalui pencitraan media sosial, bahkan lebih akrab dengan nama tenar "Jokowi" yang sekarang sudah menjadi pemimpin Indonesia sebagai Presiden RI.
Di lain kesempatan, politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Eva Kusuma Sundari juga mengingatkan pentingnya pencitraan pada media bagi para tokoh yang ada di jajaran kementerian Kabinet Kerja untuk penilaian kinerja.
"Pencitraan harus dilakukan agar perubahan yang terjadi dari hasil kerja keras bisa diapresiasi oleh masyarakat secara langsung," kata Eva Kusuma Sundari.
Ia menjelaskan masih banyak kementerian dari Kabinet Kerja yang kurang tersorot kinerjanya karena sedikitnya pemberitaan yang muncul di media atau kurang menguasai bagaimana memerankan media sebagai pendukung program.
Menurut dia, beberapa menteri yang sudah bekerja keras, seperti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, terkadang terlihat tidak ada agenda, padahal sudah banyak perubahan dan perkerjaan yang sudah selesai dikerjakan.
"Saya mengetahui kinerjanya dan sering mengingatkan teman-teman menteri untuk membentuk tim pemberitaan kepada media agar bisa diketahui hasilnya oleh masyarakat, di situlah peran dari tim pencitraan," tuturnya.
Semua hal tersebut adalah hasil dari olahan kicauan masyarakat melalui media sosial, banyak peneliti dari berbagai lembaga yang memperhatikan dinamika kicauan-kicaun tersebut sebagai pertimbangan atau bahan pencitraan.
Satu atau dua tweet mengenai salah satu isu politik mungkin hanya akan menjadi kicauan status di media sosial, namun jika diikuti oleh ribuan pengguna media sosial lainnya akan menjadi sebuah tren sosial, bahkan penggiringan opini publik.