Washington (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang cemas dengan penyelesaian evakuasi dari Afghanistan, menyaksikan skenario mimpi buruknya jadi kenyataan ketika bom di bandara Kabul pada Kamis (26/8) menewaskan sedikitnya 12 tentara AS.
Bom bunuh diri yang meledak di luar bandara Kabul itu juga melukai 15 lainnya.
Biden tengah berkumpul dengan para penasihat militer dan diplomatik senior di Ruang Situasi Gedung Putih untuk mengetahui perkembangan terbaru proses evakuasi ketika ledakan itu terjadi.
Mereka tidak keluar dari Ruang Situasi hingga lebih dari dua jam kemudian, lalu Biden pindah ke Ruang Oval sementara sejumlah personel Pentagon --beberapa mengenakan seragam-- keluar masuk Gedung Putih.
Beberapa anggota staf yang memantau peristiwa dari layar televisi di Sayap Barat Gedung Putih berteriak putus asa ketika jumlah tentara AS yang tewas bertambah.
"Kami marah dan sakit hati," kata Biden, tentang perasaan dia dan istrinya Jill, dalam pernyataan Kamis malam.
Biden dan Jill mengaku "bisa merasakan apa yang dirasakan keluarga para pahlawan yang berani hari ini" setelah Beau, putra mereka yang menjadi mayor di Angkatan Darat, wafat akibat kanker otak, yang oleh Biden dikaitkan dengan dinas militernya.
Dia berjanji untuk "memburu" para penyerang dan menyebut tentara yang tewas sebagai "pahlawan".
"Mereka menjadi bagian dari apa yang saya sebut sebagai tulang punggung Amerika, mereka tulang belakang Amerika. Terbaik yang pernah dimiliki negara ini," kata Biden.
Kelompok militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan bom itu, yang juga menewaskan sejumlah warga sipil.
Biden telah dikritik atas upaya evakuasi AS di Afghanistan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan ketika pasukan Amerika tengah ditarik mundur dari negara itu.
Selama beberapa hari sebelum serangan terjadi pada Kamis, dia berusaha menyampaikan pesan bahwa AS meninggalkan Afghanistan untuk menyelamatkan nyawa tentara Amerika.
Kematian tentara AS dalam perang di Afghanistan sejak 2001 mencapai sekitar 2.500 orang.
Jika pasukan tinggal lebih lama di sana, kata Biden, berarti dia akan terus "mengirim putra kalian, putri kalian - seperti putra saya dikirim ke Irak - untuk menghadapi kematian. Dan untuk apa? Untuk apa?"
Tentara-tentara AS yang tewas pada Kamis merupakan yang pertama di Afghanistan sejak Februari 2020 dan Kamis menjadi hari paling mematikan bagi pasukan AS di sana dalam satu dekade.
Para kritikus menyalahkan insiden itu pada proses evakuasi AS yang tergesa-gesa hingga memicu kemungkinan sekitar 1.000 warga Amerika tak bisa meninggalkan Afghanistan.
Mereka yang tewas adalah bagian dari 5.200 tentara AS yang mengamankan bandara Kabul dalam proses evakuasi.
"Ini adalah mimpi buruk yang kami takutkan, dan itulah kenapa selama berminggu-minggu, militer, intelijen, dan para pemimpin kongres dari kedua partai memohon kepada presiden untuk melawan Taliban dan memperluas perimeter bandara," kata Senator Ben Sasse dari Partai Republik.
"Ketika kita menunggu informasi lebih rinci, satu hal menjadi jelas: Kita tak bisa mempercayai Taliban atas keamanan warga Amerika," kata Bob Menendez dari Partai Demokrat yang juga ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
Berita Terkait
Presiden Biden resmi ampuni anaknya Hunter dari tuntutan pidana
2 Desember 2024 09:32
Lebanon-Israel sepakat akhiri konflik yang telah berlangsung setahun
27 November 2024 09:18
Biden izinkan Ukraina gunakan rudal jarak jauh AS gempur Rusia
18 November 2024 09:38
AS, Jepang, Korea Selatan lakukan pertemuan trilateral
16 November 2024 11:44
Biden janjikan transisi pemerintahan yang mulus kepada Trump
14 November 2024 08:11
Prabowo: Biden comitted to handle emissions ti address climate criss
13 November 2024 17:24
Prabowo sambut dukungan AS untuk Indo-Pasifik bebas dan terbuka
13 November 2024 15:37
Prabowo-Biden komitmen kemerdekaan Palestina bagian solusi dua negara
13 November 2024 14:29