Jakarta (Antara Babel) - Cerita ini bermula dari tiga pucuk surat teguran yang dikirim Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, dan surat yang keempat berakhir dengan pembekuan organisasi.
Bila menarik masa lebih ke belakang lagi, ini bermula dari keputusan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang tidak dipatuhi oleh PSSI dan PT Liga Indonesia dalam menjalankan kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015.
Keputusan BOPI yang mengatakan kompetisi ISL hanya diikuti 16 klub minus Persebaya Surabaya dan Arema Cronus, tak diindahkan oleh PSSI dan PT LI dalam "kick off" atau pertandingan pertama kompetisi tersebut pada 4 April 2015.
"ISL tidak mungkin berjalan dengan 16 tim, jadwal pertandingan sudah tidak bisa diubah," kata Joko yang juga merupakan Sekretaris Jenderal PSSI pada masa kepemimpinan Djohar Arifin.
Alhasil, Arema tetap bertanding melawan Persija Jakarta di Stadion Kanjuruhan Malang pada 4 April. Sedangkan Persebaya juga tetap bertanding melawan Mitra Kukar di Stadion Gelora Bung Tomo sehari setelahnya pada 5 April.
Keputusan BOPI yang tak dianggap oleh kedua klub itu membuat Kemenpora geram dan langsung mengirimkan surat teguran pertama pada PSSI pada 8 April.
Isi surat tersebut adalah sejumlah sanksi yang dialamatkan pada dua klub yang melanggar keputusan BOPI, dan untuk PSSI sendiri karena dianggap membiarkan Arema dan Persebaya tetap bertanding, tak sesuai dengan harapan Kemenpora.
Kepada Arema dan Persebaya, Kemenpora memerintahkan untuk menyelesaikan persyaratan terkait legalitas klub sesuai keputusan BOPI yang belum rampung. Tenggat waktu satu minggu, dengan syarat apabila tenggat dilanggar maka Kemenpora selaku Pemerintah Indonesia akan menjatuhi sanksi dengan tidak memberikan fasilitas dan izin kepolisian terhadap dua klub tersebut.
Sementara PSSI diminta untuk memerintahkan Arema dan Persebaya untuk segera menyelesaikan persyaratannya yang diminta dengan tenggat waktu yang sama.
Dari peristiwa itu, PSSI dan PT Liga Indonesia sepakat menunda kelanjutan kompetisi ISL 2015 selama dua pekan. Keputusan tersebut diambil karena PSSI akan mengadakan Kongres Luar Biasa pada 18 April dan bertepatan dengan gelaran Konferensi Asia Afrika pada tanggal 19-24 April.
"Area Senayan dan di Bandung kan harus steril tidak ada kegiatan karena ada KAA, jadi ditunda sekaligus karena ada acara KAA," kata Ketua Umum PSSI Djohar Arifin sebelum kongres pada Kamis (16/4).
Seminggu berselang, tak ada jawaban dari PSSI terkait surat teguran pertama. Kemenpora pun mengirimkan pucuk surat teguran yang kedua. Meminta hal yang sama dengan tenggat waktu 1 x 24 jam.
Pada hari yang sama, Rabu 15 April, PSSI membalas surat Kemenpora dengan memohon agar penyelesaian permasalahan tersebut diputuskan oleh Komite Eksekutif yang baru seusai Kongres Luar Biasa PSSI diadakan di Surabaya pada 18 April.
Akan tetapi Kemenpora tidak puas dengan surat balasan PSSI dan memutuskan untuk mengirimkan surat teguran ketiga.
"Kami tidak puas dengan jawaban itu, karena tidak sesuai dengan yang kami minta. Kami akan kirim SP3 (surat peringatan ketiga)," kata Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan sekaligus Kepala Komunikasi Publik Kemenpora Gatot S Dewa Broto pada Kamis (16/4).
Di Surabaya pada hari besar PSSI, Sabtu (18/4), La Nyalla Mattalitti merayakan kemenangannya sebagai Ketua Umum PSSI. Tapi di Jakarta pada hari yang sama, tersiar kabar bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengeluarkan surat keputusan pembekuan organisasi sepak bola Tanah Air tersebut. Skak!.
Surat Keputusan nomor 01307 tahun 2015 yang ditandatangani Menpora pada 17 April tersebut menyatakan Pengenaan Sanksi Administratif berupa Kegiatan Keolahragaan tidak diakui. Kantor PSSI di Senayan pun disegel.
Upaya Dikerahkan Sang Ketua pun tidak tinggal diam. Pada Senin (20/4), La Nyalla mendatangi Kemenpora dengan maksud meminta penjelasan perihal pembekuan PSSI oleh Menpora. Namun upayanya sia-sia karena sang tuan rumah sedang tidak ada di rumah. Menteri Iman sedang mengadakan kunjungan ke Palembang.
Pada hari itu juga La Nyalla dengan sejumlah jajarannya mendatangi KONI, KOI, dan Komisi X DPR RI. Tak lain tujuannya adalah untuk meminta pendapat masing-masing dari lembaga tersebut terkait keputusan pembekuan organisasinya. Berharap pendapat itu memihak pada PSSI.
Esoknya, Selasa (21/4), PSSI mendatangi bos Menpora, yakni Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Meminta restu kepengurusan PSSI baru hasil KLB Surabaya, dan meminta izin untuk melanjutkan menapaki upaya hukum.
Kedua-duanya diberikan, Menteri Puan mengakui kepengurusan PSSI dan mempersilakan untuk menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menko PMK juga meminta pada PSSI agar menahan diri sementara dirinya akan mempelajari permasalahan serta berjanji akan mempertemukan PSSI dengan Menpora.
Hingga pada Rabu (22/4), PSSI menggugat Kemenpora ke PTUN Jakarta dengan tuntutan untuk membatalkan SK Menpora terkait pembekuan. Tim hukum PSSI mengatakan Kemenpora menyalahi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, dan menyebut Menpora melampaui wewenangnya dengan menjelma menjadi lembaga yudikatif.
"Menpora melampaui wewenangnya karena menjelma jadi lembaga yudikatif, yang mengatakan tindakan PSSI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan. Tentu saja, dalil-dalil gugatan tersebut belum tentu benar sampai diuji di muka persidangan dan diputuskan oleh hakim di meja hijau.
Lebih dari itu, PSSI pun membentengi diri dengan membuat Tim Pembela PSSI untuk berada di garda depan dalam persoalan yang menyangkut perkara hukum.
"Tugasnya adalah untuk menghadapi, dan memberikan keterangan dalam membela PSSI di mata hukum terhadap pihak-pihak yang bersikap destruktif pada sepak bola atau PSSI," kata Togar Manahan Nero yang termasuk dalam tim pembela tersebut.
Di lain hal, tujuan pembentukan Tim Pembela PSSI agar pengurus PSSI dan Komite Eksekutif bisa fokus dan melanjutkan pekerjaannya membangun sepak bola.
"Sehingga Exco (komite eksekutif) PSSI bisa bekerja tanpa diganggu seperti itu. Biar mereka konsentrasi terhadap program-program sepak bolanya," kata Togar.
Fokus melanjutkan pekerjaan? Loh, bukannya PSSI sedang dibekukan oleh pemerintah? "Kita ini banyak kerjaan. Kerjaan kita bukan ngurusin kasus kaya begini, enggak. Kita cuma fokus menjalankan tugas pokok dari organisasi sepak bola, kita kan mau mengembangkan sepak bola. Kalau kita cuma mengurus kayak begini-begini terus kita tangani, kita kapan kerjanya. Kita bentuk tim (pembela PSSI), tim inilah yang bekerja (menangani kasus pembekuan)," kata Ketua Umum La Nyalla Mattalitti.
Ya, benar. PSSI tetap bersikukuh menjalankan aktivitasnya seperti biasa layaknya tidak ada perkara yang sedang mengganjal. Inilah dia, PSSI menggugat.