Ouagadougou (ANTARA) - Presiden Burkina Faso Roch Kabore berjanji untuk mengakhiri "disfungsi" dalam militer dalam sebuah pidato pada Kamis malam, ketika negara itu bersiap menghadapi lebih banyak protes terhadap situasi yang semakin tidak aman.
Tiga tentara Burkina Faso tewas dan 11 gerilyawan tewas dalam serangan terhadap tentara pada Rabu, yang mutakhir dari tiga serangan sejak 14 November yang telah menewaskan lebih dari 60 pasukan keamanan dan lebih dari selusin warga sipil.
Ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan ibu kota Ouagadougou pekan lalu, menuntut Kabore mengundurkan diri karena gagal mengendalikan gerilyawan yang terkait dengan Al Qaida dan ISIS yang telah melancarkan pemberontakan selama empat tahun.
Para penentang mendesak orang-orang untuk menggelar protes baru pada Sabtu, dan sekolah-sekolah ditutup di seluruh negeri untuk mengantisipasi kerusuhan.
"Kita harus mengakhiri disfungsi yang tidak dapat diterima yang melemahkan moral pasukan tempur kita dan menghambat kapasitas mereka untuk memerangi kelompok teroris bersenjata," kata Kabore dalam pidato yang disiarkan televisi.
Dia mengatakan tindakan disipliner akan dilakukan setelah penyelidikan atas serangan terburuk baru-baru ini terhadap pasukan, di sebuah pos pasukan tentara di Inata, di mana personel dilaporkan kehabisan makanan selama berminggu-minggu.
Dia juga berjanji untuk mengeluarkan kebijakan gerakan anti-korupsi, dan mengatakan para pemimpin militer harus lebih dekat dengan pasukan di lapangan.
Perwakilan khusus PBB untuk Afrika Barat dan Sahel mengatakan pada Kamis bahwa situasi di Burkina Faso mengkhawatirkan, terutama di wilayah yang telah mengalami tiga perebutan kekuasaan militer sejak awal tahun.
"Saya memohon kebijaksanaan masyarakat sipil dan aktor lain untuk mencegah negara seperti Burkina ... jatuh ke dalam krisis seperti yang terjadi di tempat lain," kata Mahamat Saleh Annadif dalam konferensi pers.
Sebagian kemarahan di Burkina Faso pekan lalu ditujukan terhadap bekas kekuatan kolonial Prancis, yang telah mengerahkan ribuan tentara di wilayah Sahel Afrika Barat untuk memerangi para militan.
Ratusan orang di kota Kaya berkumpul selama akhir pekan untuk memblokir konvoi logistik Prancis dan kendaraan lapis baja dalam perjalanan ke negara tetangga Niger. Konvoi itu masih belum bisa meninggalkan Burkina Faso.