Jakarta (Antara abel) - Saksi untuk terdakwa mantan Menteri Agama Sruyadharma Ali mengonfirmasi adanya rombongan haji jumbo pada periode 2012 yang terdiri atas Suryadharma Ali, keluarga, dan orang-orang dekatnya.
"Oh, itu rombongan jumbo haji, ya, Pak? Kalau kepada Pak Suryadharma itu dananya tidak dari kita, tetapi dari haji, itu untuk yang rombongan 39 (orang)," kata saksi Staf Biro Umum bagian Perjalanan di Kementerian Agama Andri Alpen dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dalam dakwaan Suryadharma, disebutkan bahwa pada tahun 2010--2013 Suryadharma menunjuk orang-orang tertentu sebagai panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) yang terdiri atas keluarga, yaitu istrinya Wardatul Asriyah, ajudan, pegawai pribadi, sopir terdakwa, sopir istri terdakwa, pendukung Wardatul dalam Pemilihan Umum Anggota DPR RI 2014.
"Akan tetapi, kalau untuk Pak Surya dan Bu Wardatul yang menyediakan tiketnya dari pihak (Ditjen) haji yang menyediakan tiketnya," ungkap Andri.
"Namun, untuk yang lain itu," kata dia, "uangnya saya minta dari Pak Wadud."
Wadud yang maksud adalah Abdul Wadud, yaitu mantan Wakil Sekretaris Menteri yang juga dosen Universitas Islam Nasional Jakarta.
"Kalau pengakuan Pak Wadud uangnya dari orang-orang tersebut, faktanya saya tidak tahu," kata Andri.
Ia menjelaskan, "Sebetulnya, kalau urusan haji, diurus oleh pihak haji semua, saya hanya diminta tolong Pak Wadut untuk membelikan tiket orang-orang tersebut."
Andri mendapatkan uang tunai dalam bentuk dolar AS untuk membeli tiket.
"Saya dikasih dolar untuk beli tiket di travel karena uangnya berangsur-angsur, tetapi tidak kenal orang-orang itu, hanya tahu namanya saja," ungkap Andri.
Dalam perkara itu, Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,821 miliar dan memperoleh hadiah satu lembar potongan kain Kakbah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
Menurut jaksa, Suryadharma melakukan sejumlah perbuatan, yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendambilng Amirul Hajj tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, menggunakan dana operasional menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
