Jakarta (ANTARA) - GoPay menduduki peringkat teratas sebagai uang elektronik yang paling sering digunakan konsumen, menurut hasil survei terbaru oleh perusahaan riset berbasis digital Populix.
Survei yang bertajuk Consumer Preference Towards Banking and e-Wallet Apps itu dilakukan pada 20-25 Mei 2022 secara daring terhadap 1.000 responden berusia 18-55 di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan lainnya. Hasilnya, 88 persen responden memilih GoPay sebagai uang elektronik pilihan mereka.
Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata mengatakan, temuan survei tersebut sejalan dengan tren yang ditunjukkan oleh data internal perusahaan, yakni hampir 60 persen transaksi di aplikasi Gojek menggunakan GoPay. Tokopedia juga mencatat 85 transaksi uang elektronik di platformnya menggunakan GoPay.
"Data-data ini, baik temuan survei pihak ketiga maupun data internal kami, menunjukkan keunggulan dan kepemimpinan GoPay sebagai metode pembayaran pilihan masyarakat," kata Budi melalui keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
"Kami bangga dan capaian ini makin memacu kami untuk terus meningkatkan layanan serta inovasi GoPay agar kami secara berkelanjutan dapat memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen dalam bertransaksi, lanjut dia.
Sebelumnya, GoPay juga menempati posisi teratas pada kategori E-Money Pilihan Gen Z dalam ajang Youth Choice Award (YCA) 2022 yang diadakan oleh Marketeers. Survei tersebut melibatkan 1.500 mahasiswa dari 35 kampus ternama di kota-kota besar di Indonesia.
Survei yang dilakukan Populix juga menunjukkan adanya peningkatan tren terhadap pembayaran digital khususnya uang elektronik. Populix menemukan bahwa penggunaan uang elektronik dilakukan 2-3 kali dalam seminggu dan paling sering dilakukan untuk berbelanja di e-commerce (85 persen) dan membayar transportasi online (71 persen).
Populix juga melihat adanya potensi yang menjanjikan untuk pembayaran digital yang akan terus bertumbuh. Saat ini, daya tarik masyarakat untuk bertransaksi secara cashless, dinilai memudahkan atau hassle-free (81 persen), terintegrasi dengan e-commerce (80 persen), dan mudah digunakan (79 persen).
56 persen responden pun mengaku akan lebih sering menggunakan alat pembayaran digital di masa depan, sementara 42 persen responden mengatakan bahwa frekuensi penggunaannya akan sama seperti sekarang.
Budi berharap, berbagai keunggulan pembayaran digital yang memudahkan masyarakat dalam bertransaksi akan turut membantu memutar roda perekonomian nasional. Apalagi, menurut dia, saat ini pemerintah tengah menggenjot percepatan pemulihan ekonomi nasional pascapandemi.
"Selain itu, tingginya penggunaan pembayaran digital termasuk e-wallet juga diharapkan menjadi akses masyarakat menuju layanan keuangan digital lainnya, tutup Budi.