Jakarta (ANTARA) - Meliana Ratih Pratama senang sekali mengetahui Yudiarti sang ibunda yang secara khusus datang langsung dari Padang di Sumatera Barat untuk menyaksikan dia melesat di kolam renang Stadion Jatidiri, Semarang, Senin lalu.
Berlomba dalam nomor 50 meter gaya punggung putri S14, Meliana menjadi orang pertama yang menyentuh dinding untuk mencatat waktu 36,190 detik sehingga dikalungi medali emas ASEAN Para Games 2022 yang bukan hanya membuat dia bahagia, tetapi juga membuat Yudiarti dan Indonesia bangga.
"Ini event internasional ketiga saya. Kalau ASEAN Para Games, ini yang pertama," kata Meliana setelah dikalungi medali emas.
S14 adalah kelas lomba untuk atlet para tuna grahita.
Tuna grahita adalah kondisi di mana orang mengalami masalah kemampuan intelektual dan kognitif yang di antaranya dapat dikenali dari proses berpikir dan belajar yang lebih lamban. Penyebab umumnya adalah masalah selama kehamilan dan setelah anak dilahirkan.
Ketika seorang Meliana Ratih meraih medali emas para-renang ASEAN Para Games 2022, salah satu hal yang menarik adalah bagaimana sang atlet para-renang ini menempa diri sehingga bisa sampai ke levelnya saat ini.
Di sini, peran Yudiarti, sang ibu, terlihat sentral. Bukan hanya karena Yudiarti yang mendorong Meliana menggeluti renang lebih dalam dengan cara mengikutkan dia untuk kursus renang sejak kecil.
Tetapi juga cara Yudiarti mendorong anaknya untuk berprestasi dan percaya diri di bawah kondisi anak yang bagi kebanyakan orang tua merupakan hal yang sulit.
Yudiarti tampaknya berhasil mengantarkan anaknya mengetahui dan merawat potensinya. Namun yang tak kalah penting adalah menanamkan kepercayaan diri kepada anak yang jelas sangat instrumental dalam menapaki hidup dan kehidupan.
Meliana sendiri tumbuh menjadi atlet yang penuh percaya diri. Buktinya, dia tak puas dengan hanya satu medali emas.
Dia ingin medali-medali emas lainnya, tidak hanya dalam ASEAN Para Games namun juga dalam ajang-ajang renang lainnya. Bahkan dia ingin terus memperbaiki catatan waktunya.
Ini bentuk kepercayaan diri yang jelas bermuasal dari apa yang sudah ditanamkan orang tua atau seorang ibu kepada anaknya, di samping lingkungan seperti iklim kompetisi yang mungkin telah turut membuat Meliana tidak cepat berpuas diri.
Kisah Meliana dan Yudiarti adalah satu dari banyak inspirasi yang bisa dipetik dari arena tempat atlet para berkompetisi, termasuk ASEAN Para Games 2022 di Solo.
Lebih bahagia
Meliana dan Yudiarti tak hanya bisa menjadi referensi untuk bagaimana sebaiknya mendorong anak tumbuh menjadi atlet andal, namun juga bagaimana menciptakan hubungan ideal antara orang tua dan anak.
Adalah ibunda juga yang sepertinya berada di balik sukses Fajar Nur Hadianto yang Selasa kemarin mempersembahkan medali emas kepada Indonesia dari nomor 50 meter gaya dada SB4.
Hubungan Fajar dengan ibundanya terlihat sama sentralnya dengan hubungan Meliana dengan Yudiarti.
Pria berusia 41 tahun yang sudah dikaruniai dua anak itu tidak pernah lupa meminta restu dan doa dari orang tua, terutama ibu. "Setiap minggu selalu menyempatkan menjenguk orang tua. Kemarin sebelum tanding juga WA minta doa orang tua," kata Fajar.
Ini menyimpulkan betapa dekatnya hubungan seorang yang sukses dengan ibu dan orang tuanya.
Yudiarti dan ibunda Fajar sepertinya mampu memperkuat ikatan hati dan menjadi sosok yang dicintai anak-anaknya yang kemudian menjadi panutan atau teladan bagi anak-anaknya, seperti semua ibunda yang sukses menciptakan hubungan super-positif seperti itu.
Hubungan Meliana dan Fajar dengan ibu-ibu mereka kembali menguakkan betapa pentingnya ibu atau orang tua dalam perkembangan fisik, spiritual dan mental anak.
Banyak teori, dan semua agama serta ajaran-ajaran kebaikan menggarisbawahi sangat pentingnya hubungan orang tua dengan anak bagi perkembangan fisik, emosi dan sosial anak.
Hubungan orang tua dan anak adalah ikatan unik yang bisa dinikmati dan dikelola oleh setiap anak dan orang tua yang meletakkan dasar untuk pembangunan kepribadian dan perilaku anak, hingga besar nanti. Pola hubungan itu juga mempengaruhi kesehatan sosial, fisik, mental dan emosi anak.
Untuk itu, orang yang sejak masa kecil tumbuh dalam suasana keterikatan yang nyaman dan sehat dengan orang tuanya memiliki kesempatan lebih baik dalam menciptakan hubungan yang bahagia dengan orang lain. Fajar Nur Hadianto sepertinya merasakan hal ini.
Lebih dari itu, seorang anak yang memiliki hubungan yang nyaman nan sehat dengan orang tuanya dapat belajar bagaimana mengelola emosi ketika saat di bawah tekanan dan dalam situasi sulit seperti kompetisi olahraga selama ASEAN Para Games di Solo ini.
Meliana dan Fajar adalah dua teladan yang menguatkan fakta sosial itu. Mereka juga telah menguakkan kembali tentang betapa sentralnya kasih ibu dalam mendorong manusia mencapai sukses dalam hal apa pun, termasuk kompetisi olahraga.
Kalau sudah begini, maka ASEAN Para Games memang bukan sekadar kompetisi olahraga. Event ini juga telah mengekspos kembali bagaimana nilai-nilai keluarga mesti dihadirkan dan dibangun di tengah semakin besarnya tantangan orang tua dalam membesarkan anak, terlebih dalam era digital yang demikian keras ini.
Berita Terkait
Indonesia peringkat kedua di World Abilitysport Games 2023 Thailand
8 Desember 2023 23:22
Indonesia raih empat emas di Wounded Homeland Games 2023
5 Desember 2023 22:07
Asian Para Games 2022 Hangzhou resmi ditutup, Indonesia finis di posisi keenam
28 Oktober 2023 21:03
Klasemen Asian Para Games 2022: Indonesia di peringkat enam dengan koleksi 95 medali
28 Oktober 2023 16:11
Leani/Khalimatus tutup perjuangan Para bulu tangkis dengan emas di Asian Para Games 2022
27 Oktober 2023 16:10
Asian Para Games 2022- Dheva/Hafizh tambah emas Para bulu tangkis untuk Indonesia
27 Oktober 2023 16:02
Para catur Indonesia boyong tujuh emas di Asian Para Games 2022
26 Oktober 2023 21:29
Klasemen Asian Para Games 2022: Indonesia naik ke posisi delapan
26 Oktober 2023 19:12