Jakarta (Antara Babel) - Sabtu sore (23/4) sekitar pukul 16.30 WIB,
pesawat kepresidenan yang membawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan
rombongan, mendarat di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma,
Jakarta.
Pesawat tersebut usai mengantarkan rombongan Presiden
Jokowi lawatan kerja selama lima hari ke empat negara Eropa, yaitu
Jerman, Inggris, Belgia dan Belanda.
"Oleh-oleh" yang dibawa pulang hasil "blusukan" ke negara maju tersebut di antaranya adalah kesepakatan antar-bisnis (business to business/B to B) yang nilainya mencapai 20,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Kesepakatan yang dicapai selama kunjungan tersebut membuktikan
bahwa kalangan dunia usaha Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa mulai
menaruh kepercayaan terhadap iklim investasi di Indonesia.
"Dua hal yang saya dapatkan dari kunjungan ini, yang pertama
kepercayaan kalangan bisnis negara-negara tersebut dan juga Uni Eropa
terhadap perekonomian Indonesia," kata Jokowi dalam jumpa pers beberapa
saaat setelah mendarat di Halim.
Hal lain yang berupa oleh-oleh yang bukan bidang ekonomi, tapi juga
sangat penting, adalah kepercayaan negara-negara Eropa atas peran
Indonesia dalam menciptakan perdamaian melalui Islam yang moderat.
"Saat ini, nilai Islam yang damai, yang demokratis, yang moderat,
yang tolerans, telah menjadi aset diplomasi Indonesia di mata dunia,"
ujar Jokowi yang sebelumnya harus menempuh perjalanan selama 16 jam
lebih dari Bandara Internasional Schipol, Amsterdam, Belanda.
Dalam kunjungan ke empat negara tersebut, Jokowi lebih memfokuskan
kerja sama dan komitmen pada satu sektor tertentu, sehingga bentuk kerja
sama tersebut bisa lebih terarah, sesuai dengan keunggulan yang
dimiliki masing-masing negara.
Di Jerman, kerja sama lebih difokuskan pada pelatihan dan pendidikan
vokasi untuk menciptkan tenaga kerja yang terampil dan sesuai dengan
kebutuhan agar Indonesia bisa lebih kompetitif.
Pada Mei 2016, delegasi Jerman akan berkunjung ke Indonesia untuk
menindaklanjuti hasil kesepakatan yang telah dicapai oleh Jokowi dengan
Kanselir Jerman Angela Merkel.
Di Inggris, fokus kerja sama adalah di bidang ekonomi kreatif dan
kesepakatan kedua negara akan ditindaklanjuti oleh Badan Ekonomi Kreatif
yang dipimpin oleh Triawan Munaf.
Di London, Presiden berkesempatan menyaksikan karya lima orang
perancang asal Indonesia di sebuah pusat perbelanjaan besar di pusat
Ibukota Inggris itu.
Sementara di Brussels, Belgia yang juga kantor pusat Uni Eropa,
Indonesia tinggal melanjutkan negosiasi dari dokumen prinsip dasar (scoping paper) atas kerja sama kemitraan ekonomi secara komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA).
Pembahasan scoping papers yang akan menjadi dasar bagi negosiasi CEPA, sempat terhenti bertahun-tahun dan akhirnya dapat diselesaikan.
Belanda
Di antara serangkaian kunjungan tersebut, yang paling menarik dan
menjadi perhatian publik adalah lawatan terakhir Presiden Jokowi ke
Belanda untuk meningkatkan kerja sama di bidang maritim dan pengelolaan
air.
Yang menjadi perhatian bukan pada agenda bidang kerja sama yang
disepakati atau pun kemajuan yang telah dicapai, tapi lebih kepada
sejarah dan dinamika di balik hubungan dengan bekas negara penjajah itu.
Di Belanda itu pula, Presiden Jokowi dan rombongan mendapat sambutan
paling meriah dari warga Indonesia yang bermukin di Negeri Kincir Angin
itu, atau masyarakat setempat yang mempunyai ketertarikan terhadap
Indonesia.
Berdasarkan sejarah saling kunjung kedua pemimpin, lawatan Jokowi ke Belanda adalah yang pertama sejak 16 tahun lalu.
Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Belanda
dibatalkan pada saat-saat terakhir menjelang keberangkatan pada awal
Oktober 2010 karena adanya ancaman dari aktivis Republik Maluku Selatan
(RMS) yang menuntut agar SBY ditangkap oleh aparat setempat dengan
tuduhan pelanggaran HAM.
Kebetulan pada saat kedatangan SBY, di pengadilan Den Haag juga
sedang digelar proses peradilan tuntutan RMS terhadap Pemerintah RI yang
dianggap telah melanggar HAM di Maluku.
Keputusan Presiden SBY membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda
yang sudah dirancang sejak 2007 adalah sangat mendadak dan mengejutkan
karena terjadi pada detik-detik terakhir. Bahkan pesawat sudah siap
berangkat dan semua rombongan, termasuk sudah berada di dalam pesawat.
Dr Suryadi Sunuri, seorang peneliti dan dosen asal Indonesia di
Universitas Leiden menceritakan kekecewaannya atas pembatalan kunjungan
presiden keenam RI itu.
"Walaupun jaminan keamaman sudah disampaikan secara resmi oleh
Pemerintah Belanda, kunjungan SBY ke Negeri Kincir Angin itu tetap
dibatalkan. Saya masih ingat betapa repotnya kami di Universiteit Leiden
akibat pembatalan kunjungan Presiden SBY itu," kata pria yang akrab
disapa Ajo itu.
Suryadi melalui akun facebook-nya mengatakan bahwa kunjungan Jokowi
ke Belanda, termasuk ke Universitas Leiden, tempat ia mengajar sejak
lebih dari 15 tahun lalu, setidaknya bisa mengobati kekecewaannya dan
ribuan masyarakat Indonesia yang bermukian di negara itu.
"Komunitas mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Universiteit
Leiden menyambut Presiden Jokowi dengan antusias dan secara spontan
menyanyikan lagu Tanah Airku Indonesia," kata Suryadi.
Mengenai keberadaan RMS, Suryadi mengatakan bahwa para aktivitis
dari Maluku yang menginginkan kemerdekaan Maluku Selatan, sampai saat
ini memang masih ada dan terus berjuang.
"Namun, komunitas-komunitas Maluku yang tinggal di Belanda sekarang
sudah terbelah dua: mereka yang mendukung dan yang anti RMS. Kelompok
yang pertama cenderung makin mengecil," katanya.
Deni Sudung, warga Indonesia lainnya, juga menyatakan antusias saat
menyambut kedatangan Jokowi di Hotel Kurhaus, dekat pantai
Scheveningen, kota satelit Den Haag.
"Wah. Saya jadi merinding saat kami para warga Indonesia disini
tanpa dikomandoi ikut menyanyikan lagi Tanah Airku Indonesia," kata
Deni (50), pria asal Bandung tersebut. Berbeda dengan Suryadi, Deni yang
jebolan Universitas Andalas Padang tersebut, tinggal di Belanda sejak
1995 setelah menikah dengan wanita Belanda.