Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) M Yusuf S Barusman terkait bisnis kursus bahasa asing mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Selain itu penyidik KPK juga memeriksa saksi dari pihak swasta Desi Falena terkait perkara yang sama. Kedua saksi diperiksa penyidik pada Kamis (10/8) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kegiatan bisnis dari tersangka AP berupa kursus bahasa asing dan kedua saksi sebagai pihak yang diajak untuk kerja sama," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat.
Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai bisnis tersebut seperti lokasi maupun besarnya modal yang disetorkan dalam bisnis tersebut.
Sebelumnya, Jumat, 7 Juli 2023 , KPK menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.
Sebagai broker, tersangka Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran (fee).
Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka Andhi menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu Andhi menduduki beberapa posisi mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan posisi terakhirnya sebagai kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.