Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina hari ini memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Saksi Vita Ervina sudah hadir pukul 10.30 WIB dan saat ini masih dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Selain Vita, penyidik KPK hari ini juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap beberapa saksi lainnya terkait perkara yang sama yakni dua Direktur Jenderal Kementerian Pertanian yakni Dirjen Tanaman Pangan Kementan Suwandi dan Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto, serta Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian Kementan Zulkifli, Sespri Sekjen Kementan Merdian Tri Hadi dan Direktur PT Indo Raya Mitra Persada 168 Atik Chandra.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Rabu (15/11), melakukan penggeledahan di rumah dinas Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina terkait penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam penggeledahan tersebut, kata Ali, tim penyidik KPK menemukan dan menyita sejumlah barang bukti yang selanjutnya akan dipelajari oleh penyidik.
KPK pada tanggal 13 Oktober 2023 secara resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.
Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai mentan periode 2019 sampai 2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari aparatur sipil negara (ASN) Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi-nya dan keluarganya.
Kurun waktu kebijakan SYL memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.
SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Muhammad Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta lalu memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I.
Besaran nilai uang tersebut telah ditentukan SYL dengan kisaran 4.000-10.000 dolar AS. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
KPK mencatat uang yang dinikmati SYL bersama dengan KS dan MH, sebagai bukti permulaan, berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian, tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).