Pangkalpinang (Antara Babel) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Bangka Belitung menyatakan sebanyak 15 sungai di daerah itu tercemar karena aktivitas tambang timah dan konversi lahan kelapa sawit.
"Aktivitas penambangan bijih timah dan konversi lahan dilakukan di hulu sungai, mengancam lingkungan dan kelangsungan hidup flora dan fauna sungai," kata Direktur Eksekutif Walhi Babel, Ratno Budi di Pangkalpinang, Rabu.
Ia menjelaskan, aktivitas penambangan timah dan pembukaan lahan untuk kelapa sawit di hulu sungai juga berpotensi bencana banjir karena terjadinya pendangkalan dan sedimentasi sungai.
Banjir di Kota Pangkalpinang yang terjadi beberapa waktu lalu karena aktivitas penambangan di hulu sungai Bukit Mangkol Kabupaten Bangka Tengah.
Sungai tidak mampu menampung curah hujan yang tinggi dan meluap ke pusat Kota Pangkalpinang.
"Aliran air sungai yang berhulu dari Bukit Mangkol yang tinggi diperparah dengan adanya banjir rob yang terjadi di Kecamatan Pangkalbalam," ujarnya.
Menurut dia, kerusakan lahan basah yang berfungsi sebagai daerah penampung atau resapan air semakin menyempit karena banyaknya alih fungsi lahan menjadi kompleks perumahan.
"Saat ini kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak terjadi Kabupaten Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah dan Belitung Timur," ujarnya.
Ia mengatakan, kerusakan lingkungan sungai ini diperlukan upaya pemerintah provinsi, kabupaten/kota. Pemprov dalam mengesahkan Raperda Pengelolaan DAS pada 25 Juli 2016 harus memerlukan kajian secara komprehensif.
"Harus ada kajian yang mendalam terkait dampak dari aktivitas tambang timah, konversi lahan kelapa sawit dan berapa jumlah sungai yang tercemar agar perda tersebut tidak terkesan prematur dan hanya memenuhi Prolegda saja," ujarnya.
"Pemprov harus meletakkan regulasi-regulasi dari hasil kajian untuk melindungi DAS agar Perda DAS dapat dijalankan dengan baik," katanya.
