Jakarta (ANTARA) - Final Liga Champions Afrika edisi ke-23 antara tuan rumah Esperance asal Tunisia melawan tim Mesir Al Ahly menjanjikan pertarungan sengit pada leg pertama yang akan dimainkan pada Sabtu (18/5) di Tunisia.
Al Ahly mencatatkan sepuluh kemenangan dan delapan kali imbang dari 22 pertemuan mereka di ajang elit level benua itu, sejak pertama kali bertemu pada 34 tahun silam. Al Ahly juga berhasil tampil di final untuk kelima kalinya secara berturut-turut.
Namun meski klub berjuluk Red Devils asal Kairo itu menjadi favorit untuk mengangkat trofi ke-12nya setelah memainkan 12 laga tanpa terkalahkan menuju laga puncak, Esperance juga layak diperhitungkan.
Klub Tunisia berjuluk The Blood and Gold itu kembali ke final untuk pertama kalinya setelah dua kali beruntun menjuarai Liga Champions Afrika pada 2018 dan 2019. Seperti Al Ahly, mereka juga memiliki pertahanan yang bagus.
Semua lawan di Liga Champions (Afrika) meningkatkan permainan mereka saat melawan Ahly. Kami merupakan klub paling sukses di Afrika, maka semua orang ingin mengalahkan kami, kata pelatih Al Ahly Marcel Koller seperti dikutip dari AFP.
Al Ahly telah memenangi 24 gelar Afrika dari empat kompetisi, lebih banyak 13 gelar dari para rival terdekatnya, yakni Zamalek (Mesir) dan TP Mazembe (Republik Demokratik Kongo).
Kedua finalis mencatatkan 11 clean sheet pada 12 pertandingan kualifikasi, fase grup, dan fase gugur. Kiper dari kedua tim Mostafa Shobeir dari Al Ahly dan Amanallah Memmiche dari Esperance secara mengejutkan menjadi bintang bagi timnya masing-masing.
Mostafa yang merupakan putra dari mantan kiper Al Ahly Ahmed Shobeir, dipromosikan menjadi kiper utama setelah kapten Mohamed El Shenawy menderita cedera bahu pada Piala Afrika 2024. Saat diberi kesempatan, Shobeir tampil bagus dan tidak kemasukan sama sekali pada enam pertandingan Liga Champions Afrika, untuk membuat pelatih Koller memiliki dilema apakah akan tetap memainkan sang kiper muda atau kembali memberi kepercayaan kepada El Shenawy yang telah pulih.
Kiper-kiper muda menjadi bintang
Esperance memulai perjalanannya di Liga Champions Afrika dengan mengandalkan kiper veteran Moez Ben Cherifia yang juga menjadi kapten, tetapi ia kemudian lebih akrab dengan bangku cadangan saat Memmiche yang baru berusia 20 tahun diberi kepercayaan.
Dipromosikan masuk skuad inti Esperance sejak masih remaja, Memmiche sama sekali tidak kemasukan pada delapan pertandingannya di Liga Champions Afrika.
Al Ahly memiliki keunggulan mutlak atas Esperance perihal catatan gol dengan koleksi 19 gol dalam perjalanannya menuju final, sedangkan sang lawan hanya mengoleksi sembilan gol.
Terdapat kontribusi dari 11 pemain untuk gol-gol Al Ahly, dengan Hussein El Shahat (lima gol) dan Mahmoud Kahraba (empat gol) menjadi dua pemain tersubur.
Meski saat ini memuncaki daftar pencetak gol terbanyak Liga Champions Afrika, El Shahat tidak dimainkan saat Al Ahly menang 3-0 pada leg kedua semifinal melawan Mazembe.
Pemain sayap Afrika Selatan Percy Tau akan berharap dapat menambah koleksi golnya, yang baru berjumlah satu gol, pada perjalanan timnya di Liga Champions Afrika musim ini. Al Ahly juga kembali diperkuat gelandang Mali Aliou Dieng, yang sempat absen tiga bulan karena cedera lutut.
Pelatih Esperance Miguel Cardoso mengatakan mencapai final Liga Champions Afrika merupakan pencapaian tertinggi sepanjang kariernya. Ia sebelumnya gagal mengukir prestasi saat melatih klub-klub di Prancis, Spanyol, Yunani, dan kampung halamannya Portugal.
Ia mengambil alih komando kepelatihan Esperance pada Januari, setelah klub itu sempat dilatih oleh Mouin Chaabani dan Tarek Thabet dalam rentang waktu singkat.
Yan Sasse, yang didatangkan dari klub Selandia Baru Wellington Phoenix, telah mencetak tiga gol di Liga Champions Afrika, tetapi pemain Brazil lainnya Rodrigo Rodrigues sama sekali belum menyumbang gol.
Pemain lain yang berpotensi mengisi sebelas pertama adalah bek tengah Mohamed Tougai dan pemain sayap Houssam Ghacha asal Aljazair, dan gelandang Togo Roger Aholou.