Gaza (ANTARA) -
Mobil-mobil yang terbakar, rumah-rumah yang hancur, dan noda darah para korban terlihat di jalan-jalan dan lorong-lorong kamp Nuseirat usai pasukan khusus Israel melancarkan operasi militer di kamp tersebut untuk membebaskan empat orang sandera Israel pada Sabtu (8/6).
Saat pasukan Israel memasuki kamp, pesawat-pesawat tempur melancarkan rentetan serangan brutal terhadap puluhan target di dalam kamp itu, yang sebagian besar merupakan rumah warga sipil, ungkap kantor media pemerintah yang dikelola Hamas.
Sedikitnya 274 warga Palestina tewas dan lebih dari 698 lainnya luka-luka akibat operasi militer Israel tersebut, menurut angka yang dirilis oleh otoritas kesehatan yang dikelola Hamas pada Minggu.
"Saya sedang minum secangkir kopi di balkon rumah saya yang menghadap ke jalan. Semuanya normal: orang berlalu lalang dan para pedagang terlihat di jalanan, anak-anak bermain di bawah sinar matahari, tetapi kemudian semuanya berubah dalam sekejap," kenang Othman Zaki, seorang warga di kamp Nuseirat.
Othamn mengatakan, tiba-tiba pesawat-pesawat Israel mulai mengebom dengan membabi buta ke segala arah.
"Tak seorang pun yang mengerti. Semua orang mulai berlarian tanpa tahu ke mana harus pergi dengan aman," ujar pria berusia 27 tahun itu.
Seorang pria pengungsi Palestina, Ahmed Shaaban, menuturkan, pengeboman yang terus-menerus terjadi begitu cepat.
"Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana, tidak ada yang bisa menggambarkannya. Kami tidak bisa menyelamatkan siapa pun. Situasinya kacau balau dan gila. Tidak ada yang bisa membayangkannya, bahkan dalam mimpi buruk sekalipun," imbuhnya.
Sejak Minggu pagi waktu setempat, ayah enam anak berusia 42 tahun itu melakukan upaya sia-sia untuk mengidentifikasi sejumlah landmark di lingkungan tempat tinggalnya. Jalan yang pernah dia tinggali bersama keluarganya telah berubah menjadi puing-puing.
"Kami hanya bisa melihat puing-puing rumah yang hancur akibat serangan udara Israel. Orang-orang yang tewas dan terluka tergeletak di pinggir jalan. Tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka karena pengeboman yang begitu brutal dan terus-menerus," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Ketika pengeboman yang berlangsung selama lebih dari setengah jam itu akhirnya mereda, Shaaban dan para tetangganya mulai meninggalkan tempat itu dan mencari tempat aman.
"Kami terkejut dengan apa yang kami lihat. Korban bergelimpangan di mana-mana," kenangnya.
Dalam upaya panik untuk menyelamatkan orang-orang yang terluka, mereka menggunakan apa pun yang bisa bergerak, seperti kendaraan, sepeda, bahkan gerobak keledai, untuk mengevakuasi para korban ke rumah sakit.
Yahya Ayoub dari Kota Beit Hanoun di Jalur Gaza utara mengatakan bahwa pengeboman tersebut telah memaksa banyak pengungsi dan puluhan warga kamp Nuseirat meninggalkan rumah mereka.
"Kehancuran ada di mana-mana di sini. Rumah-rumah terbakar, beberapa rumah hancur lebur. Para korban terbunuh di dalam rumah mereka tanpa mengerti apa yang sedang terjadi atau apa kesalahan mereka," ujar Ayoub.
Dengan nada sedih, Ayoub mengatakan bahwa dia tidak percaya bisa selamat dari pengeboman tersebut. Ayoub ingat dirinya menggendong seorang anak yang terluka dan tidak sadarkan diri dari jalan, berlari jauh sampai menemukan sebuah mobil untuk membawa anak tersebut ke rumah sakit.
"Saya masih belum tahu kondisi anak itu, tetapi saya berharap dia baik-baik saja dan para dokter berhasil menyelamatkan nyawanya," ucap Ayoub.
Berita Terkait
Menlu AS: Saatnya mengakhiri perang di Gaza
14 November 2024 12:09
Dokter lulusan Indonesia Mohammed Shabat gugur di Gaza bersama keluarganya
14 November 2024 10:56
Prabowo-Biden komitmen kemerdekaan Palestina bagian solusi dua negara
13 November 2024 14:29
Afsel: bukti tunjukkan Israel pakai kelaparan sebagai senjata di Gaza
13 November 2024 09:44
Pejabat PBB: tindakan di Gaza kejahatan internasional terberat
13 November 2024 09:09