Pangkalpinang (ANTARA) - Ketahanan air menjadi salah satu hal yang menjadi sorotan dunia. Tak heran jika isu mengenai ketahanan air dan diplomasi air turut menjadi perhatian dalam perhelatan World Water Forum (WWF) atau Forum Air Sedunia ke-10 yang diselenggarakan pada 18-25 Mei 2024 di Bali baru-baru ini.
Diplomasi air sendiri merupakan pendekatan untuk mengevaluasi cara-cara berkontribusi dalam menemukan solusi untuk manajemen bersama sumber daya air. Proses diplomasi air bertujuan untuk mengembangkan solusi yang masuk akal, berkelanjutan, dan damai sambil mempromosikan kerja sama dan kolaborasi di antara pemangku kepentingan (Klimes et al., 2019).
Menurut Sehring et al.,(2022), diplomasi air dijelaskan sebagai suatu proses politik yang melibatkan negosiasi, konsultasi, dan pembangunan kepercayaan guna mencegah, mengurangi, dan menyelesaikan perselisihan terkait sumber daya air yang melintasi batas-batas negara dengan tujuan mencapai manfaat bersama dan kerja sama yang lebih luas.
Sebenarnya Indonesia telah melakukan berbagai usaha terkait diplomasi air dan ketahanan air. Sebagai contoh, dalam perhelatan G20 tahun 2022 pada kegiatan State Owned Enterprises, road to G-20, Indonesia meluncurkan Indonesia Water Fund (IWF) yang ditandai dengan penandatanganan memorandum of understanding (MOU) oleh Kementerian BUMN, Perum Jasa Tirta I, dan Holding Danareksa.
Tujuan utama IWF adalah mengatasi permasalahan air bersih di Indonesia.
Lebih lanjut, pada 21 Juli 2023 lalu, United States Agency for International Development (USAID) meluncurkan Rencana Program di Indonesia sebagai negara prioritas Strategi Global Sektor Air.
Melalui rencana program tersebut, USAID akan menginvestasikan lebih dari 50 juta dolar AS untuk meningkatkan akses 1 juta penduduk Indonesia terhadap layanan air minum dan sanitasi yang aman, berkelanjutan, dan berketahanan iklim pada 2027.
USAID juga akan memobilisasi 300 juta dolar AS untuk sektor air dan memperkuat 100 lembaga terkait (USAID, 2023). Sebelumnya, selama periode 2006-2018, Bank Dunia telah mengucurkan dana untuk Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). PAMSIMAS telah mencapai 22.961 desa yang tersebar di 376 kabupaten di 33 provinsi.
Proyek ini memberikan manfaat bagi sekitar 17,2 juta orang dengan akses ke fasilitas air yang lebih baik (melebihi target tahun 2018 sebesar 16 juta orang), dan 15,4 juta orang dengan akses ke sanitasi dasar yang lebih baik (World Bank, 2019).
Nah, pada kegiatan WWF yang baru saja digelar tersebut, menghasilkan beberapa komitmen yang mana di antaranya memang sejalan dengan cita-cita Indonesia dengan kemampuan ketahanan air yang berkelanjutan. Namun, ada dua poin yang memang dapat digaris-bawahi untuk mendukung ketahanan air yang ada di Indonesia.
Pertama, ialah memuat usulan pembentukan Center of Excellence (CoE) on Water and Climate Resilience atau Pusat Keunggulan Ketahanan Air dan Iklim atau di kawasan Asia Pasifik. Kedua, mengangkat dan mendorong isu pengelolaan sumber daya air secara terpadu pada pulau-pulau kecil.
Kedua poin tersebut tentunya secara nyata mengarah kepada pemerataan dalam ketahanan air, khususnya di seluruh pelosok Indonesia.
Karena meskipun meskipun merupakan negara kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas, Indonesia tetap memerlukan sistem kelola yang baik untuk mengatasi tantangan kualitas dan ketersediaan air bersih yang layak untuk digunakan.